pasien
'Ketut Yasa yang mengeluhkan sakit mata protes ke Puskesmas Buleleng Tiga karena tidak terima diberikan obat tets telinga untuk mengobati sakit mata yang dialaminya. (BP/ist)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Kasus kesalahan memberikan obat di Puskemas Buleleng Tiga mengundang perhatian pengurus Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Kasus ini dianggap murni kesalahan prosedur dan petugasnya tidak memiliki lesensi sebagai apoteker atau asisten apoteker.

Pemerintah daerah didesak agar menyikapi masalah ini dengan serius dan menerapkan regulasi yang mengatur masalah kefarmasian. Hal itu diungkapkan pengurus IAI pusat kordinastor wilayah Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan Made Wartana Jumat (5/5).

Wartana mengatakan, setelah mengetahui informasi kesalahan memberikan obat melalui media masa, kejadian itu murni karena kesalahan prosedur di puskemas setempat. Pemberian obat oleh orang yang bukan menjadi apoteker atau asisten apoteker memicu kesalahan vatal tersebut. Kejadian ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51 Tahun 2009 dan UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 108 Tentang Kesehatan.

Kedua regulasi ini mengatur bahwa urusan kefarmasian di puskemas, klinik, rumah sakit, dan apotek wajib dilakukan oleh apoteker atau asisten apoteker.

Baca juga:  Hadiri KTT di Bali, Menlu Retno Ungkap Jadwal Kedatangan Pemimpin Negara G20

Sebenarnya, regulasi itu menjamin mutu obat dan petugas yang melayani memiliki keahlian di bidanggnya yang diakui secara hukum. “Dari kasus di Buleleng itu saya katakan itu kesalahan prosedur dan yang melakukan itu bukan apoteker atau asisten apoteker, seperti yang diatur regulasi,” katanya.

Menurut Wartana, kebijakan pemerintah mengatur terkait kefarmasian itu karena obat adalah produk khusus. Karena sifatnya khusus, pengaturan, pemberian dan yang melakukan juga wajib hukumnya memiliki keahlian di bidangnya. Mencegah hal serupa terulang, pihaknya meminta agar pemerintah daerah, pemerintah kota madya (pemkot) tidak menganggap masalah ini sebagai hal yang sepele. Pemerintah daerah yang mengelola puskemas, klinik atau rumah sakit kelipun harus mengikuti amanat regulasi tersebut.

“Memang belum semua puskemas atau klinik dan apotek sekalipun belum mempekerjakan petugas berlesensi di bidanggnya. Nah ini agar tidak dibiarkan karena bagaimanapun obat itu racun dan harus diperakukan khusus oleh orang yang ahli, sheingga masyarakat mendapat kepastian mutu dan hukum saat membeli obat atau resep dokter,” jelasnya.

Baca juga:  Karantina Gilimanuk Musnahkan Ratusan Ekor Unggas

Di tempat terpisah Wakil Bupati (Wabup) Buleleng dr. Nyoman Sutjidra, Sp.OG tidak menampik jika puskemas di daerahnya belum memiliki petugas apoteker atau aisten apoteker. Apoteker dan asisten apoteker selama ini ditugaskan di depo obat di Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng, dan RSUD Buleleng. Jika tenaga itu dialihkan ke puskemas dikhawastirkan akan distribusi obat tidak diawasi dengan optimal.

Kondisi ini bukan baru ditemukan, namun krisis apoteker dan asisten apoteker terjadi sejak lama. Untuk itu, pemeirntah daerah ke depannya akan memikirkan cara untuk merekrut apoteker atau asisten apoteker. Rencananya, petugas khusus akan akan disebar pada puskemas yang tingkat kunjungan pasiennya tinggi. “Kita tidak menutup mata dan memang sebagian besar di puskemas terutama yang jauh dari kota itu tidak ada apoteker atau asisten apoteker. Secara perlahan, kami akan programkan untuk menempatkan apoteker di puskemas yang tergolong pelayanznnya tinggi,” jelasnya.

Baca juga:  Di Karangasem, Sebagian Besar Puskesmas Kehabisan Stok VAR 

Menghindari kasus serupa terjadi, Wabup Sutjidra kembali menegaskan agar dokter atau petugas yang melayani penebusan obat di puskemas agar tetap teliti sebelum memberikan obat kepada pasien. Apabila ragu dengan tulisan resep dokter yang memeriksa, petugas diingatkan untuk mengkonfirmasi kembali dengan dokter.

Diberitakan sebelumnya, Ketut Yasa (58), warga Kelurahan Penarukan, Kecamatan Buleleng protes setelah mendapat obat salah ketika memeriksakan sakit mata di Puskemas Buleleng Tiga. Setelah diperiksa oleh dokter, dia diberikan obat tetes telinga oleh petugas yang bertugas di ruang pengambilan obat. Karena tidak mengerti obat-obatan, tetes telinga itu tetap digunakan, sehingga sakitnya bertambah parah. Dia kembali ke puskemas dan petugas kembali memberikan obat tetes telinga. Merasa dirugikan, Yasa protes dan mengancam akan menempuh jalur hukum jika pengelihatannya bertambah parah akibat kesalahan obat. (mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *