SINGARAJA, BALIPOST.com – Ritual Pengerupukan serangkaian Nyepi tidak saja diisi dengan pawai ogoh-ogoh. Krama di Banjar Adat Paketan, Kelurahan Paket Agung menggulirkan festival ngoncang.

Lomba perdana diikuti delapan grup ngoncang dari masing-masing RT di kelurahan setempat. Lomba ini sengaja digulirkan untuk melestarikan warisan leluhur terkait ngoncang yang merupakan tradisi wilayah agraris di Bali.

Selain itu, festival ini sebagai media edukasi kepada generasi muda untuk memehami budaya lokal agar tidak punah dan sebagai media hiburan bagi warga dalam suasana merayakan Nyepi. Untuk menentukan juara, panitia sudah menunjuk dewan juri seniman dan tokoh masyarakat yakni Putu Mahendra, Made Pasca Wirasuta, dan Putu Tegeh Kertiyasa.

Baca juga:  Media dan Budaya Berpikir Kritis
Delapan grup ngoncang tidak saja dinilai dari lantunan irama saat memukul kentungan berukuran panjang dengan luwu. Akan tetapi penilaian juga menitikberatkan pada ketepatan waktu ngoncang selama lima menit, kekompakan, seragam dan properti yang dibawa berkaitan dengan budaya ngoncang itu sendiri.

Ketua Panitia Gede Aria mengatakan, lomba ini sepenuhnya merupakan gagasan Sekaa Teruna Teruni sebagai wujud kepedulian melestarikan ngoncang sebagai warisan leluhur. Pengenalan melalui lomba ini penting karena selama ini belum banyak yang mengerti terkait makna ngoncang menurut tradisi di Bali. “Sebagai generasi muda kami terpanggil untuk melestarikan warisan ngoncang karena tradisi ini belum banyak yang diketahui, sehingga lomba ini kami yakin akan membuka ruang untuk melestarikan tradisi ngoncang yang menjadi kegangaan kami,” jelasnya.

Sementara itu tokoh masyarakat Jro Mangku Putu Gede Merta mengatakan, khusus di Banjar Adat Paketan ngoncang sudah ada sejak 1876 sebelum masehi. Selain itu, di wilayahnya kini masih menyimpan 19 buah ketungan yang berumur sekitar setengah abad.

Untuk itu, melalui festival ini pihaknya ingin mengajak dan melestarikan warisan ketungan dan memahami filosofi ngoncang yang dikenal sebagai sarana untuk tolak bala pada gerhana, dan penyambutan tamu hingga dijadikan rangkaian upacara manusa yadnya dan upakara keagaaman lain. “Kami akan gelar lomba ini setiap tahun dan khususnya untuk hari pengrupukan Nyepi,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *