Dadong Soring tinggal di gubuk reot sebatang kara. (BP/dok)
SINGARAJA, BALIPOST.com – Masyarakat yang hidup jauh dari kata layak masih ditemui di Kabupaten Buleleng. Seperti halnya warga Banjar Dinas Kajanan, Desa Joanyar, Kecamatan Seririt, Ketut Soring. Di usianya yang sudah sangat tua, janda ini harus tinggal di gubuk reot sebatang kara.

Suaminya, Wayan Dana sudah pergi untuk selamanya sekitar 15 tahun lalu. Ia juga tak memiliki anak. Guna menyambung hidup, hanya mengandalkan belas kasihan sanak saudara.

Saat dikunjungi, Minggu (19/3) siang, tempat tinggal perempuan kelahiran 1920 ini sangat memprihatinkan. Meski hidup di lokasi yang padat penduduk dan berada tepat di pinggir gang Tempek 6 Banjar Dinas Kajanan, rumah yang ditempatinya tak bisa dibilang layak huni.

Baca juga:  Tak Tepat Sasaran, Banyak Penerima KIS Bukan Warga Miskin
Begitu menyaksikan, hati langsung merasa miris. Rumah tersebut tak hanya berukuran sangat kecil, sekitar 3×3 meter, tetapi juga sudah reot. Atap yang terbuat dari genteng banyak lepas dan terlihat bocor.

Dindingnya hanya memakai terpal bekas yang sudah robek. Di beberapa sudut juga ditutup memakai kelabang (anyaman daun kelapa). Saat hujan, air sudah pasti masuk. Tak hanya itu, rumah satu-satunya ini juga berlantai tanah.

Saat ditengok bagian dalamnya, rasa miris semakin menjadi-jadi. Tempat tidurnya hanya berisi alas tipis berbalut sprei kusut tanpa selimut. Sama sekali tak ada barang berharga. Pada dindingnya hanya tergantung beberapa helai pakaian.

Hanya Pasrah

Di tengah kondisi seperti itu, Soring hanya bisa pasrah. Niatnya untuk memperbaiki rumah, sudah pasti tidak mampu lantaran usianya yang sudah uzur, ditambah hanya hidup seorang diri.

Keponakannya, Made Puja Negara menuturkan Soring tinggal di rumah itu sudah puluhan tahun. Dengan kondisi yang tak lagi prima, menyebabkannya hanya bisa tidur dan duduk di teras rumah. Niatnya untuk bercakap-capak juga sangat sulit dilakukan lantaran pendengarannya sudah mengalami gangguan. “Rumah ini satu-satunya yang dimiliki. Ini sudah puluhan tahun ditempati. Sempat juga rusak diterjang angin,” tuturnya.

Perbaikan rumah itu juga belum bisa dilakukan keluarga. Sebab, sebagian besar anggota keluarga juga kurang mampu. Penghasilan yang didapatkan hanya menghandalkan pekerjaan sebagai buruh serabutan.

Niat untuk mengajak hidup satu rumah juga sulit lantaran keterbatasan tempat. “Kami di keluarga juga kekurangan. Kalau sebatas memberi makan, kami masih bisa. Kalau untuk buat rumah, masih sulit,” ucapnya.

Baca juga:  Badung akan Bangun Ribuan Rumah, Kecamatan Ini Mulai Diverifikasi
Dihadapkan dengan ketidakmampuan itu, rumah tersebut sudah diusulkan kepada pemkab untuk mendapat program bedah rumah. Namun, saat dilakukan verifikasi oleh petugas, lahan yang dimiliki dinyatakan tidak memenuhi persyaratan. “Katanya lahannya terlalu sempit. Makanya tidak dapat. Kami mohon bantuan tidak harus rumah yang besar. Cukup satu kamar saja. Biar layak ditempati,” ungkap Negara.

Lebih lanjut disampaikan, sekitar tujuh bulan lalu, Soring ditawari untuk tinggal di Panti Jompo. Namun, itu ditolaknya. Ia ingin lahir dan mati tetap di Joanyar. “Sudah sempat mau diajak ke panti, tapi tidak mau,” imbuhnya.

Kondisi Soring yang demikian juga dibenarkan Ketua Tempek 6 Made Wikerta. Ia berharap Soring bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah. “Dadong punya KK, hanya tidak punya e-KTP. Bantuan raskin tidak dapat,” tandasnya. (Sosiawan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *