Gubernur Bali, Wayan Koster, membuka Pasamuhan MDA Bali V di Gianyar, Jumat (26/12). (BP/kup)

GIANYAR, BALIPOST.com – Pasamuhan Agung V Majelis Desa Adat (MDA) Bali yang dirangkaikan dengan pejaya-jayaan serta pengukuhan Prajuru Panca Angga MDA Kabupaten/Kota se-Bali, periode 2025–2030 berlangsung di Wantilan Pura Samuan Tiga, Desa Adat Bedulu, Kabupaten Gianyar, Jumat (26/12).

Kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat konsolidasi desa adat Bali sekaligus menegaskan posisi MDA sebagai lembaga pembina yang bersifat hierarkis tanpa mengurangi otonomi desa adat.

Pesamuan Agung tersebut dihadiri Gubernur Bali, Wayan Koster, unsur Forkopimda Bali dan perwakilannya, para bupati dan wali kota se-Bali, pimpinan organisasi perangkat daerah Pemerintah Provinsi Bali, jajaran pengurus MDA Provinsi Bali, Bendesa Madya kabupaten, Bendesa Alitan kecamatan, serta sekitar 1.500 bendesa adat dari seluruh Bali.

Bendesa Agung MDA Provinsi Bali, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet menyampaikan desa adat Bali hanya akan tetap kuat apabila banda pengikat antara krama dan adat terus dijaga. Ia mengingatkan agar nilai Hindu dresta Bali tidak pernah bergeser dan fungsi-fungsi utama desa adat tetap dijalankan secara konsisten.

“Desa adat tergantung ada banda pengikat. Krama harus terus dipelihara dan harus berpegang pada Hindu dresta Bali, jangan pernah bergeser ke keyakinan lain, parahyangan sangat penting, setra juga harus difungsikan semua, itu tidak boleh ditinggalkan,” ucapnya.

Baca juga:  Pria Ditemukan Tewas di Tojan, Polisi Ungkap Awal Terjadinya Pengeroyokan

Ia menyoroti fenomena semakin berkurangnya pemanfaatan setra adat yang berpotensi melemahkan keterikatan krama dengan desa adat. Menurutnya, jika krama lebih memilih cara-cara praktis dan ekonomis tanpa melibatkan desa adat, maka dalam jangka panjang desa adat dapat kehilangan penyungsungnya.

“Kalau setra ditinggalkan, lama-lama krama merasa tidak perlu ikut desa adat, akhirnya tidak ada penyungsung. Fungsikan setra adat untuk krama adat, fungsikan kahyangan desa adat untuk krama, inilah yang harus kita jaga bersama,” jelasnya.

Bendesa Agung memaparkan MDA merupakan satu kesatuan yang bersifat hierarkis dalam struktur organisasi. Sementara desa adat tetap otonom. Ia menjelaskan desa adat memiliki kewenangan penuh dalam memilih prajuru, sedangkan MDA hanya menjalankan fungsi pengukuhan dan pembinaan.

“Desa adat itu otonom, MDA tidak ikut campur dalam pemilihan prajuru, hanya mengukuhkan dan membina, tetapi di dalam struktur MDA, sistemnya hierarkis, namun demikian, MDA Provinsi harus tetap mendengarkan suara dari bawah melalui paruman,” katanya.

Sementara itu, Gubernur Bali dalam sambutannya menyampaikan apresiasi tinggi atas terselenggaranya Pasamuhan Agung MDA Bali dan menegaskan komitmennya dalam menjaga serta memperkuat desa adat sebagai fondasi utama kebudayaan Bali. “Saya sangat mencintai desa adat, bendesa adat itu pengabdiannya luar biasa, tidak ada pengabdian yang lebih mulia daripada ngayah sebagai bendesa adat untuk krama Bali,” ujar Gubernur Bali.

Baca juga:  Lantik Tim Hukum 140 Advokat, Koster Ingin Pilgub Bali Bermartabat

Ditegaskan desa adat di Bali merupakan satu-satunya sistem pemerintahan adat yang masih utuh, lengkap dengan krama, wilayah, organisasi, serta aturan adat yang lahir dari musyawarah mufakat melalui paruman. “Desa adat jangan coba-coba meniru cara demokrasi yang tidak sesuai dengan kultur Bali. Kita punya sangkep, musyawarah mufakat, segilik seguluk sebayantaka, tidak ada cerita penunjukan langsung bendesa adat, semua diputuskan melalui paruman,” tegasnya.

Gubernur juga mengingatkan pentingnya menjalankan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali secara konsisten. Ia menyebut perda tersebut lahir melalui perjuangan panjang dan menjadi payung hukum strategis bagi keberlanjutan desa adat. “Tugas kita sekarang bukan merevisi, tetapi menjalankan perda ini dengan baik oleh seluruh bendesa adat di Bali, ada sekitar 1.500 desa adat yang harus konsisten menjalankan tatanan ini,” katanya.

Sebagai bentuk dukungan nyata, Pemerintah Provinsi Bali telah mengalokasikan anggaran Rp300 juta per tahun untuk setiap desa adat, serta memfasilitasi pembangunan kantor majelis lengkap dengan pegawai dan kendaraan operasional. Koster menegaskan Bali adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang mampu mempertahankan keutuhan desa adatnya hingga kini, sebuah warisan yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh.

Baca juga:  Kunjungi Pameran IKM Bali Bangkit, Mensos Risma Jatuh Hati dengan Endek

Pesamuan Agung V MDA Bali ditutup dengan pengukuhan Prajuru Panca Angga MDA Kabupaten/Kota se-Bali periode 2025–2030. Pengukuhan ini menandai dimulainya masa bakti kepengurusan baru yang diharapkan mampu memperkuat pembinaan desa adat, menjaga persatuan, serta memastikan desa adat Bali tetap ajeg dan berdaulat di tengah perkembangan zaman.

Untuk wilayah tuan rumah Kabupaten Gianyar, kepemimpinan dipercayakan kepada Drh. Anak Agung Gede Alit Asmara sebagai Bendesa Madya, didampingi I Ketut Widia, SH sebagai Penyarikan Madya. Di ibu kota provinsi, MDA Kota Denpasar kini dipimpin oleh I Ketut Wisna, ST., MM bersama Dr. Putu Gede Sridana di posisi Penyarikan.

Sementara itu, MDA Kabupaten Badung dipimpin oleh Ida Bagus Gede Widnyana, S.Sos, dan MDA Kabupaten Tabanan dinakhodai oleh I Wayan Sukadana, S.P., M.Si.
Di wilayah lainnya, I Nyoman Westha, S.Pd., M.Pd resmi dikukuhkan sebagai Bendesa Madya Kabupaten Buleleng, sedangkan Kabupaten Jembrana dipimpin oleh I Nengah Subagia.

Estafet kepemimpinan MDA Kabupaten Bangli dipegang oleh Ir. I Ketut Kayana, MS, dan Kabupaten Klungkung dipimpin oleh Dewa Made Tirta, S.Pd., M.Pd. Seluruh jajaran prajuru baru ini diharapkan mampu bersinergi dengan pemerintah dan krama adat untuk menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan akar tradisi Hindu Dresta Bali. (Wirnaya/balipost)

BAGIKAN