
DENPASAR, BALIPOST.com – Tim Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali kembali mengintensifkan pengawasan terhadap persoalan perizinan usaha di Bali.
Saat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) sekaligus pendalaman materi terkait kelengkapan administrasi perizinan PT Gautama Indah Perkasa dan Queens Tandoor Restaurant yang berlokasi di Kabupaten Badung di Ruang Bapemperda Gedung DPRD Provinsi Bali, Kamis (18/12) sore, terungkap adanya dugaan pelanggaran berat.
RDP dipimpin langsung oleh Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, bersama Sekretaris Pansus I Dewa Nyoman Rai, Wakil Sekretaris Pansus Dr. Somvir, serta anggota Pansus lainnya, yakni Nyoman Budiutama, Gede Harja Astawa, Ketut Rochineng, Wayan Tagel Winarta, dan Wayan Bawa.
Dalam RDP tersebut, terbongkar adanya dugaan pelanggaran hukum serius dalam proses perizinan kedua usaha itu. Dalam pendalaman materi dan pemeriksaan administrasi, Pansus menyatakan secara tegas bahwa perusahaan tidak mampu menunjukkan izin-izin utama yang diwajibkan oleh undang-undang.
Temuan ini dinilai sebagai pelanggaran berat, bukan sekadar kelalaian administratif.
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha menegaskan ketiadaan izin tersebut berpotensi masuk ranah pidana dan perbuatan melawan hukum. Meski demikian, Pansus masih memberikan batas waktu 2 dua minggu kepada pihak perusahaan untuk mempertanggungjawabkan seluruh dokumen perizinan.
Lebih jauh, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali ini mengungkap adanya indikasi kuat permainan besar dan terstruktur yang diduga melibatkan pria asing berinisial G selaku pemilik PT Gautama Indah Perkasa, serta oknum dari dinas-dinas terkait.
Dugaan tersebut semakin menguat setelah tidak satu pun perwakilan dinas terkait di Kabupaten Badung hadir dalam rapat resmi Pansus. Ini dinilai sebagai sebuah penghindaran dan bentuk ketidakpatuhan terhadap lembaga pengawasan negara.
Pihak legal perusahaan juga secara terbuka mengakui adanya masalah serius dalam perizinan.
Atas dasar itu, Pansus mengambil tindakan tegas dan luar biasa dengan meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali untuk segera memasang garis pengamanan (Satpol PP Line) di lokasi usaha sebagai bentuk penghentian sementara aktivitas yang diduga ilegal.
Terkait pengalihan hak atas tanah, Pansus menyatakan bahwa proses tersebut telah berjalan, namun belum tuntas secara hukum dan masih menunggu penyelesaian administratif yang sah. Sehingga status pemanfaatan lahan dinilai belum sepenuhnya legal.
Pansus menegaskan tidak akan ragu untuk merekomendasikan penindakan hukum, pencabutan izin, hingga pelaporan ke aparat penegak hukum, apabila dalam batas waktu yang diberikan tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan maupun dinas terkait.
“Ini bukan persoalan kecil. Negara tidak boleh kalah oleh pengusaha yang bermain izin. Jika terbukti, semua pihak yang terlibat harus bertanggung jawab di hadapan hukum,” tegas I Made Supartha. (Ketut Winata/balipost)










