Gubernur Bali, Wayan Koster didampingi Bupati Klungkung I Nyoman Satria, Ketua Pansus TRAP DPRD I Made Supartha dan Kasatpol PP Provinsi Bali, I Nyoman Dewa Rai Dharmadi saat konferensi pers terkait keputusan pembongkaran pembangunan Lift Kaca Kelingking Beach, di Gedung Gajah, Jayasabha Denpasar, Minggu (23/11). (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster, akhirnya mengambil keputusan terkait rekomendasi DPRD Bali terkait proyek pembangunan lift kaca di Pantai Kelingking, Nusa Penida, Klungkung.

Dalam keterangan pers, Minggu (23/11), Gubernur Koster tak hanya membeberkan pelanggaran yang dilakukan dalam pembangunan itu. Koster juga memerintahkan agar PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group melakukan pembongkaran secara mandiri dan pemulihan fungsi ruang.

Untuk pembongkaran, investor PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group diberikan waktu paling lama 6 bulan. Sementara untuk pemulihan fungsi ruang setelah pembongkarana diberikan waktu paling lama 3 bulan.

“Dalam hal PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group tidak melakukan pembongkaran secara mandiri sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, maka Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah Kabupaten Klungkung akan melakukan pembongkaran sesuai peraturan perundang- undangan,” tegasnya.

Gubernur Koster mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi Bali mengambil pilihan tindakan tegas agar ke depan penyelenggaraan usaha/investasi di Bali benar-benar memperhatikan aspek peraturan perundang-undangan, pelestarian ekosistem alam, budaya, serta kearifan lokal Bali. Upaya ini merupakan penegasan agar ke depan tidak terjadi kembali berbagai bentuk pelanggaran oleh para pemangku kepentingan.

Baca juga:  Pamit Cukur Rambut, Nang Oman Ditemukan Mengambang di Tukad Yeh Panan

Pemerintah Provinsi Bali sangat membutuhkan dan mendukung investasi di Bali yang diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip legalitas, kepatutan, dan kepantasan dalam rangka memajukan pariwisata dan perekonomian Bali secara berkualitas, berdaya saing, dan berkelanjutan.

“Kegiatan investasi di Bali ke depan, hendaknya didasarkan atas niat baik, mencintai Bali, menjaga Bali, dan bertanggung jawab terhadap keberlangsungan alam, manusia, dan kebudayaan Bali secara bijak, bukan berorientasi pada eksploitasi yang berdampak terhadap kerusakan ekosistem alam, budaya, dan kearifan lokal, serta masa depan generasi Bali,” pungkasnya.

Sebelumnya, Koster mengatakan ada 5 jenis pelanggaran yang ditemukan dalam pembangunan lift kaca tersebut.

Pertama, pelanggaran tata ruang, yang diatur dalam Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pearubahan Atas Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang RTRWP Bali 2009-2029. Bentuk Pelanggarannya, pembangunan lift kaca dengan luas 846 meter persegi dan tinggi ±180 meter beserta bangunan pendukung kepariwisataan berada pada kawasan sempadan jurang, tidak memiliki rekomendasi Gubernur Bali sebagaimana syarat yang ditentukan.

Selain itu, pondasi (bore pile) bangunan jembatan dan Lift Kaca berada di wilayah pantai dan pesisir, tidak mendapat rekomendasi Gubernur Bali dan tidak mendapat Izin Pemanfaatan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Baca juga:  Suhu di Bali Capai 34 Derajat Celcius, BMKG Jelaskan Alasannya

Tidak memiliki Rekomendasi Gubernur Bali terhadap kajian kestabilan jurang. Tidak ada validasi terhadap KKPR bagi PMA yang terbit otomatis melalui OSS, sebelum berlakunya PP Nomor 28 Tahun 2025. Sebagian besar bangunan Lift Kaca berada di wilayah perairan pesisir yang tidak memiliki perizinan dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sanksinya berupa sanksi administratif pembongkaran bangunan dan pemulihan fungsi ruang.

Kedua, pelanggaran lingkungan hidup, yang diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Bentuk pelanggarannya, yaitu tidak memiliki izin lingkungan untuk kegiatan PMA yang merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Hanya memiliki Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung. Sanksinya, berupa sanksi administratif paksaan pemerintah untuk pembongkaran.

Ketiga, Pelanggaran Perizinan, yang diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Bentuk pelanggaran, yaitu Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) tidak sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) hanya untuk bangunan Loket Tiket (Entrance dan Ticketing) dengan luas 563,91 m2, yang tidak mencakup bangunan Jembatan Layang Penghubung dengan panjang 42 m dan Lift Kaca dengan luas 846 m2 dan tinggi ±180 m. Sanksinya penghentian seluruh kegiatan.

Baca juga:  Sempat Tersesat, Empat Pendaki Gunung Batukaru Ditemukan Selamat

Keempat, pelanggaran tata ruang laut, yang diatur dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dijabarkan dalam Keputusan Gubernur Bali No. 1828 Tahun 2017 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida di Provinsi Bali. Bentuk Pelanggarannya, bangunan pondasi beton (bore pile) yang terbangun, berada di Kawasan Konservasi Perairan, pada zona perikanan berkelanjutan, subzona perikanan tradisional, tidak diperbolehkan pembangunan bangunan wisata termasuk bangunan lift. Sanksinya berupa sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan.

Kelima, pelanggaran pariwisata berbasis budaya, yang diatur dengan Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. Bentuk pelanggarannya, merubah keorisinilan Daerah Tujuan Wisata (DTW). Sanksinya berupa sanksi pidana. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN