Tim ISI Bali saat latihan bersama masyarakat Bengkala. (BP/istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Sebuah tarian baru lahir di Desa Bengkala, Buleleng, sebuah desa yang dikenal sebagai “Desa Kolok” karena banyak warganya tunarungu. Melalui Program Inovasi Seni Nusantara (PISN), tim dari Institut Seni Indonesia (ISI) Bali menghadirkan karya bertajuk “Inovasi Seni dari Keheningan: Membangun Ekspresi dan Kepercayaan Diri Komunitas Difabel melalui Tari Pependetan Nirmala.”

Program ini dipimpin oleh Ida Ayu Trisnawati bersama I Gusti Putu Sudarta dan Ida Bagus Ketut Trinawindu, dengan dukungan tiga mahasiswa ISI Bali yakni Made Tarayana Amanda Putra, I Dewa Gede William Sedana Putra, dan Komang Jana Arta Saputra.

Bengkala menyimpan potensi seni yang luar biasa. Namun, bagi komunitas difabel, terutama tunarungu, akses terhadap ruang ekspresi masih terbatas. Dari sinilah muncul gagasan ISI Bali untuk menciptakan sebuah karya tari yang tak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat makna sosial dan spiritual.

Baca juga:  Radikalisme, Wabah Penyakit yang Gerogoti Sendi-sendi Pancasila

Tari Pependetan Nirmala menjadi wadah bagi komunitas Kolok untuk menari dari hati, tanpa suara, namun penuh makna. Gerak-geraknya tak sekadar koreografi, tetapi juga simbol keberanian, ketulusan, dan keterhubungan dengan nilai-nilai budaya Bali.

Program dimulai dengan sosialisasi pada 17 Oktober 2025, dilanjutkan dengan pelatihan intensif pada 30 Oktober 2025 bersama Komunitas Kolok Santhi di Banjar Dinas Kajanan, Desa Bengkala. Dalam suasana penuh semangat, para peserta mempelajari gerak dasar, mengolah ekspresi, serta memahami filosofi spiritual di balik setiap langkah.

Baca juga:  Punya Peran Penting Jaga Peradaban, Semua Pihak Harus Tahan Diri Eksploitasi Batur

Tak berhenti di situ, tim ISI Bali juga membantu merancang kostum dan properti tari yang adaptif, memberi pendampingan kreatif, serta mendokumentasikan seluruh proses. Hasilnya, sebuah model seni pertunjukan inklusif tercipta dan bisa menjadi inspirasi bagi komunitas lain di berbagai daerah.

Puncak kegiatan ini adalah pementasan Tari Pependetan Nirmala oleh anggota Komunitas Kolok Santhi. Dengan penuh percaya diri, mereka menari di depan masyarakat Bengkala dan para pemerhati seni. Setiap gerak mengalir lembut, namun kuat, seolah membuktikan bahwa keindahan bisa lahir dari keheningan.

Baca juga:  Di HPN 2023, Presiden Sebut Pers Sedang Tak Baik-baik Saja

Antusiasme dan kebanggaan terpancar di wajah para penari. Mereka bukan hanya menampilkan tarian, tetapi juga menegaskan bahwa seni adalah bahasa universal yang mampu menembus keterbatasan.

Dari program ini lahir pula modul dan video pembelajaran tari, serta dokumentasi ilmiah populer untuk pengembangan seni inklusif di masa depan. Pependetan Nirmala pun menjadi simbol kolaborasi antara akademisi, seniman, dan masyarakat lokal dalam membangun ruang seni yang setara dan berkelanjutan. Melalui inisiatif ini, ISI Bali menunjukkan bahwa seni bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang keberdayaan manusia. (kmb/balipost)

BAGIKAN