
SINGARAJA, BALIPOST.com – Tradisi khas Buleleng resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia tahun 2025 oleh Kementerian Kebudayaan. Penetapan ini semakin menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng dalam menjaga dan melestarikan kearifan lokal.
Dua tradisi yang mendapat pengakuan nasional tersebut adalah Tari Baris Bedug dari Kelurahan Banyuning dan Karya Alilitan dari kawasan Catur Desa, meliputi Desa Gobleg, Munduk, Gesing, dan Umejero di Kecamatan Banjar.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Nyoman Wisandika dikonfirmasi, Kamis (16/10), menjelaskan bahwa proses pengajuan hingga penetapan WBTB memerlukan waktu yang panjang.
“Prosesnya dimulai sejak akhir tahun 2024, melalui tahapan verifikasi, pelengkapan narasumber, hingga sidang penetapan di Kementerian Kebudayaan. Setelah melalui proses yang cukup panjang, kami bersyukur pekan lalu dua tradisi budaya khas Buleleng resmi ditetapkan sebagai WBTB,” ujarnya.
Menurut Wisandika, kedua tradisi ini memiliki nilai budaya tinggi dan keunikan yang tidak ditemukan di daerah lain. Tari Baris Bedug, misalnya, memiliki ciri khas pada bungkuk atau puntalan kain di punggung penari, yang sarat makna simbolik dalam upacara ngaben. Tarian sakral ini biasanya dibawakan oleh empat penari pada prosesi tedun sawe dan pelepasan tali peti.
Sementara itu, Karya Alilitan merupakan tradisi khas empat desa di wilayah Catur Desa. Tradisi ini terus dijaga secara turun-temurun dan menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat setempat.
Dengan penambahan dua tradisi ini, kini total 18 tradisi budaya khas Buleleng telah tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Capaian ini menjadi bukti nyata keseriusan Pemkab Buleleng dalam melestarikan warisan budaya daerah.
“Pelestarian kebudayaan adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya pemerintah. Masyarakat dan generasi muda juga memiliki peran penting agar warisan budaya ini tidak punah,” tegas Wisandika.
Dinas Kebudayaan Buleleng berkomitmen untuk terus mengajukan unsur budaya lainnya ke Kementerian Kebudayaan agar mendapat pengakuan WBTB. Unsur yang diajukan tidak hanya berupa tarian atau ritus, tetapi juga permainan tradisional dan karya budaya lainnya.
“Kebudayaan harus terus digali, dikembangkan, disebarluaskan, dan dilestarikan. Ini bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk generasi penerus. Kita tidak ingin permainan tradisional atau tari-tarian sakral hilang ditelan zaman,” ujar Wisandika.
Selain tradisi budaya, tahun ini Dinas Kebudayaan juga mengusulkan penetapan cagar budaya, salah satunya Gereja Pantekosta. “Proses SK Bupatinya sudah hampir rampung,” tandasnya. (Nyoman Yudha/balipost)