
MANGUPURA, BALIPOST.com – Meski akses untuk warga sudah dibuka, polemik pemagaran di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) belumlah tuntas. Warga Ungasan tetap mendesak rekomendasi DPRD Bali dilaksanakan sepenuhnya. Jika tidak, warga mengancam akan menduduki pintu masuk GWK.
Hal ini merupakan salah satu dari 10 poin kesimpulan yang termuat dalam Berita Acara Parum Prajuru Desa Adat Ungasan tentang Pagar Beton oleh Manajemen GWK No 06.1/DAU/X/2025. Kesimpulan ini dibacakan di hadapan awak media oleh Bendesa Adat Ungasan, Wayan Disel Astawa didampingi warga, seusai melakukan persembahyangan di Pura Dalem Kahyangan Desa Adat Ungasan, Sabtu (11/10) malam.
“Setelah kami melakukan pernyataan sikap melalui rilis pada media cetak/elektronik, PT GAIN atau GWK tidak melakukan pembongkaran sesuai dengan aspirasi masyarakat dan rekomendasi yang telah disampaikan oleh DPRD Provinsi Bali, maka seluruh masyarakat Desa Adat Ungasan beserta lembaga adat dan dinas, tokoh masyarakat yang terdiri dari 14 banjar dinas dan 15 banjar adat akan menduduki pintu gerbang GWK,” tegas Disel yang juga Wakil Ketua DPRD Bali.
Poin lain yang ditegaskan dalam kesimpulan rapat tersebut adalah, selama GWK tidak melakukan pembongkaran dinding sesuai rekomendasi DPRD Bali, Desa Dinas dan Desa Adat Ungasan tidak akan menandatangani izin kegiatan yang dilakukan GWK di wilayah Desa Ungasan. Warga Ungasan juga menolak pengalihan jalan menuju rumah penduduk sebagaimana rencana pihak GWK yang disampaikan dalam rilis ke media.
Warga juga dengan tegas meminta GWK untuk tetap menyediakan akses jalan menuju SD 8. Sebab, jalan tersebut sudah ada sebelum berdirinya GWK.
Ditanya apakah sudah ada komunikasi langsung dengan pihak GWK? Disel menegaskan, sudah melakukan komunikasi dan bersurat ke GWK.
“Saya sudah komunikasi dengan baik. Dari pascapenutupan itu saya sudah komunikasi dengan baik. Bersurat, menyampaikan, tapi toh juga tidak (dilaksanakan). Sampai hari ini pun kita juga baik. Yang kita inginkan kan ada suatu ketegasan. Karena pengalihan itu kan bukan solusi. Karena di situ tidak ada badan jalan,” ujarnya.
Pihaknya juga menuntut adanya kepastian agar persoalan penutupan akses rumah-rumah warga tidak muncul kembali di kemudian hari. “Harus ada kepastian tanpa memandang adanya pergantian manajemen ataupun pergantian bupati dan gubernur. Rekomendasi sudah jelas. Sekarang gongnya ada di eksekutif. Tolong clear-kan cepat agar pariwisata ini kondusif dan masyarakat nyaman,” ucapnya.
Dalam kesimpulan paruman yang dibacakan juga menyesalkan adanya perbedaan data dan informasi tentang keberadaan Jalan Lingkar Timur dan Barat GWK yang disampaikan BPN Badung dan BPN Kanwil Provinsi Bali. Hal ini menimbulkan kesan tidak adanya koordinasi dan sinkronisasi antar lembaga tersebut.
Dalam 10 poin tersebut juga ditegaskan, GWK harus patuh kepada Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pada pasal 43 huruf a yang menyebutkan bahwa pemegang hak guna bangunan (HGB) dilarang menguruk atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air.
Hadir pula dalam penyampaian hasil paruman tersebut, tokoh ungasan yang juga anggota DPRD Badung, Wayan Sugita Putra, Perbekel Ungasan, Made Kari, serta para pangelingsir dan pemangku setempat. (Sugiadnyan/denpost)