Pekerja membongkar pagar beton yang dibangun manajemen GWK di wilayah Banjar Adat Giri Dharma, Ungasan, Badung pada 1 Oktober 2025. (BP/Didit)

DENPASAR, BALIPOST.com – Polemik penutupan akses warga Banjar Adat Giri Dharma yang dilakukan manajemen Garuda Wisnu Kencana (GWK) masih terus bergulir meski pembongkaran pagar beton telah dilakukan per 1 Oktober 2025.

Anggota DPR RI Dapil Bali, I Nyoman Parta, S.H., dari Fraksi PDI Perjuangan mengatakan meski saat ini pihak manajemen GWK telah membongkar pagar pembatas tersebut, tindakannya menutup akses jalan warga bertentangan dengan ketentuan hukum, khususnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

“Saya baru memperoleh salinan PP 18 Tahun 2021 ini. Setelah saya pelajari, jelas sekali tindakan pihak GWK mendirikan tembok beton yang menyebabkan warga Banjar Giri Dharma terisolir telah bertentangan dari awal dengan Pasal 43 PP Nomor 18 Tahun 2021,” tegas Parta, Senin (6/10).

Baca juga:  Dari Lalat Serbu Permukiman Warga hingga Buronan Terpidana Korupsi Ditangkap

Menurut Parta, pasal tersebut secara tegas mengatur penggunaan hak pengelolaan tanah tidak boleh menutup atau menghilangkan akses masyarakat yang telah ada sebelumnya. Artinya, setiap bentuk pembangunan di atas tanah yang berada dalam hak pengelolaan negara harus tetap memperhatikan kepentingan umum dan hak masyarakat adat setempat.

“Dalam PP ini jelas diatur, pengelola tidak bisa semena-mena menutup jalan atau akses yang sudah dipakai masyarakat sejak lama. Apalagi sampai menyebabkan warga terisolir di tanah kelahirannya sendiri. Itu pelanggaran nyata,” sebut Parta.

Oleh karena itu, Parta mendesak pemerintah pusat maupun pemerintah daerah agar segera mengambil sikap tegas terhadap pengelola GWK. Menurutnya, polemik ini bukan sekadar soal pagar, tetapi menyangkut hak dasar masyarakat untuk mendapatkan akses dan ruang hidup yang layak.

“Pemerintah jangan tinggal diam. Ini persoalan serius karena menyangkut kepastian hukum bagi rakyat. Jangan sampai investasi besar dijadikan alasan untuk menyingkirkan hak-hak masyarakat,” tegasnya.

Baca juga:  Gara-gara Sabu, Pedagang Ikan Dituntut 5 Tahun

Ia juga mengingatkan bahwa keberadaan GWK tidak boleh berdiri di atas penderitaan masyarakat sekitarnya. Sebaliknya, GWK seharusnya menjadi contoh bagaimana pembangunan pariwisata dapat berjalan berdampingan dengan kepentingan warga lokal.

Parta menegaskan komitmennya untuk mengawal persoalan ini hingga tuntas. Ia berharap ada solusi adil yang bisa mengembalikan hak warga Banjar Adat Giri Dharma sekaligus menjaga keberlangsungan investasi pariwisata di kawasan GWK.

“Saya akan terus mengawal masalah ini, baik di pusat maupun daerah. Harus ada solusi yang berpihak pada rakyat tanpa merugikan kepentingan investasi. Jangan sampai rakyat kecil terus dikorbankan,” pungkas Parta.

Sebelumnya, Manajemen PT Garuda Adhimatra Indonesia (GWK) dalam keterangan tertulisnya menyatakan akses jalan itu merupakan aset sah milik perusahaan. Hal ini dipastikan melalui proses verifikasi bersama di Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Selasa (30/9) lalu.

Baca juga:  Megaproyek Serbu Bali, Laju Pariwisata Makin Tak Terbendung

Sejumlah bidang tanah yang selama ini difungsikan sebagai badan jalan ternyata masih berstatus sebagai aset kepemilikan PT Garuda Adhimatra Indonesia.

Namun demikian, sebagai bentuk komitmen menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat, pihak manajemen GWK mengambil langkah solutif yang bijaksana dengan melakukan penggeseran tembok agar dapat digunakan masyarakat sebagaimana mestinya.

GWK memberikan akses pemanfaatan sebagian asetnya yang berupa jalan, sepanjang digunakan sesuai fungsinya sebagai akses jalan.

Langkah nyata ini merupakan bentuk penyelesaian yang mengedepankan kearifan lokal, komunikasi efektif, kolaboratif, dan bijak dari Manajemen GWK sekaligus menegaskan komitmennya untuk terus menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar kawasan dan memastikan keberlanjutan pengelolaan kawasan wisata budaya yang menjadi ikon Bali dan Indonesia. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN