Areal persawahan Subak di desa Penyaringan. Saat ini desa Penyaringan mendapat pendampingan program Desa Cinta Statistik dengan fokus pada ketahanan pangan, khususnya pendataan tentang subak. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Sejumlah persoalan, mulai dari tanam hingga pascapanen, sering menjadi kendala dalam penataan pertanian. Dampaknya seperti naik turunnya harga jual gabah, kesulitan tenaga panen hingga kurangnya sarana produksi padi (saprodi) seperti pupuk masih saja terjadi di tengah pemerintah gencar dalam program ketahanan pangan.

Desa Penyaringan di Kecamatan Mendoyo, Jembrana, saat ini tengah mencari solusi untuk sejumlah persoalan dalam produksi padi itu dengan memperkuat data pertanian, khususnya subak. Desa yang wilayahnya terdapat tiga subak ini sangat produktif tiap tahunnya dalam pertanian, khususnya padi. Penguatan data pertanian subak tersebut mendapat dukungan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Bali dengan pendataan melibatkan agen statistik dan masyarakat, juga dari Universitas Indonesia dan Hitotsubashi University (Jepang).

Perbekel Penyaringan, Made Dresta mengatakan, pendataan subak ini dilakukan secara detail dan saat ini masih dilakukan, baik itu terkait peta bidang sawah, luas dan jenis tanaman padi yang ditanam, petani pemilik tanah maupun penggarap, hingga pada kebutuhan saprodi. Pendataan melibatkan subak, pemerintah desa hingga langsung ke petani. Harapannya, kondisi aktual petani dan subak secara komprehensif diperoleh untuk membantu dalam pemetaan atau perencanaan produksi padi di subak tersebut.

Baca juga:  Timbunan Sampah Perayaan Tahun Baru di Buleleng Capai 155 Ton

Dari tiga subak yakni Subak Penyaringan, Subak Tibubeleng, dan Subak Jagaraga, baru satu subak yakni Subak Penyaringan yang saat ini sedang dilakukan pendataan. Dresta mengakui beberapa persoalan yang dialami dalam upaya ketahanan pangan ini, seperti kebutuhan pupuk dan kurangnya tenaga panen dengan luasnya areal sawah.

“Seperti pada panen raya lalu, petani kekurangan tenaga panen sementara rata-rata padi sudah siap panen. Dengan pendataan detail ini, kita harapkan sudah bisa kalkulasi berapa kebutuhan tenaga panen,” kata Dresta, Minggu (21/9).

Penguatan data subak ini merupakan program dari BPS Bali yakni Desa Cinta Statistik (Desa Cantik) yang difokuskan pada subak dalam upaya ketahanan dan kedaulatan pangan. Kolaborasi pemerintah desa, subak, dengan BPS dan perguruan tinggi ini menggabungkan kearifan tradisi subak dengan dukungan teknologi dan penelitian. Data ini nantinya bukan saja untuk desa, tetapi juga dapat digunakan untuk potret kondisi aktual pertanian di kabupaten maupun Provinsi Bali.

Baca juga:  Perketat Pemeriksaan, Pos II Digeser ke Luar Pelabuhan Gilimanuk

Terkait dengan pemetaan luas tanam, BPS Provinsi Bali secara rutin melakukan pendataan sejak 2018 bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang saat ini bergabung menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Termasuk melibatkan Kementerian ATR/BPN serta Badan Informasi dan Geospasial (BIG).

Pendataan terakhir yang dikeluarkan pada November 2024 (luas panen dan produksi padi di Provinsi Bali 2024, BPS Bali), diketahui luas panen padi pada 2024 diperkirakan hanya mencapai 107.225 hektare, turun sekitar 1.289 hektare atau 1,19 persen dibandingkan capaian 2023 yang mencapai 108.514 hektare. Penurunan ini berimbas pada produksi padi yang diproyeksikan sebesar 647.966 ton gabah kering giling (GKG), atau berkurang 25.614 ton GKG (setara 3,80 persen) dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang mencapai 673.581 ton GKG.

Baca juga:  Jembatan Kembar Tukadaya Mulai Dibangun

Dampak lanjutan juga terlihat pada produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk. Pada 2024, produksi beras diperkirakan hanya sekitar 365.424 ton, turun 14.445 ton atau 3,80 persen dibandingkan produksi beras 2023 yang tercatat 379.870 ton. Dari data tersebut, penurunan produksi padi yang cukup besar pada 2024 terjadi di beberapa wilayah seperti Tabanan, Gianyar, Badung, Jembrana, Klungkung, dan Bangli. Di sisi lain, peningkatan produksi padi hanya terjadi di wilayah Buleleng, Karangasem, dan Denpasar.

Melalui data yang lebih spesifik per subak seperti di Desa Penyaringan, potret aktual petani dan persoalan pertanian diharapkan dapat diantisipasi. Desa Cantik Penyaringan ini kini juga didapuk menjadi percontohan tingkat nasional, desa berbasis data dan masuk 14 besar dari 400-an desa lain di Indonesia. BPS mendampingi desa dalam penguatan pengelolaan data, mulai dari pelatihan hingga pemanfaatan data untuk perencanaan dan evaluasi, khususnya subak. (Surya Dharma/balipost)

 

 

 

BAGIKAN