Komisi I DPRD Bali saat melakukan sidak ke lokasi pembangunan sebuah residence mewah di kawasan Berawa, Magnum, Senin (25/8) (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Penutupan pembangunan residence mewah, Magnum, di Kawasan Berawa, Badung, membuka kembali catatan lama tentang maraknya alih fungsi lahan sawah di Bali.

Jejak penertiban terhadap villa dan usaha pariwisata yang melanggar aturan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) merupakan pola pelanggaran yang berulang kali terjadi di Bali.

Berdasarkan data yang dihimpun, Rabu (27/8), alih fungsi lahan persawahan di Bali tahun terakhir kurang lebih sebanyak 600 ha. Peralihan fungsi lebih banyak peruntukannya pada aktivitas wisata.

Hal ini menandakan bahwa alih fungsi sawah masih signifikan di Bali, terutama di area pariwisata dan urban, seperti Denpasar, Badung, Gianyar, Jembrana dan Buleleng.

Dikutip berdasarkan pemantauan Satelit Landsat 8, periode 18 Desember 2024 hingga 2 Januari 2025, terungkap bahwa luas sawah dalam berbagai fase tanam di Bali mencapai sekitar 18.066 hektare. Luas itu kini tiap tahun terus berkurang, bilamana tanpa disertai sikap tegas pemerintah dalam memberlakukan aturan LSD.

Skema Perlindungan Lahan Sawah

Baca juga:  Gak Selalu Harus Minum Obat, Ini 7 Cara Redakan Sakit Kepala

Skema perlindungan lahan sawah dari alih fungsi sebenarnya telah dilakukan tahun 2009, dengan dikeluarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Kemudian PP Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, dan terakhir, Peraturan Menteri ATR/BPN No 12 Tahun 2020 yang mengatur verifikasi data, penetapan Peta LSD, serta Mekanisme Perubahan Penggunaan Tanah.

Deretan peraturan perudangan -undangan tersbeut mengamanatkan adanya penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) oleh pemerintah pusat dan daerah. Akan tetapi implementasinya cukup lambat.

Bali sendiri mulai melakukan penyesuaian RTRW dan RDTR dengan peta LSD Kementrian ATR/BPN dari tahun 2021 sampai saat ini. Hasilnya cukup mencengangkan. Sejumlah proyek villa, hotel, hingga perumahan mewah mendapat sorotan karena berdiri di atas Kawasan yang masuk LSD. Kini, LSD menjadi acuan dalam sidak dan penertiban bangunan di atas lahan sawah.

Dari penertiban tersebut, terungkap jejak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada lahan sawah yang dilindungi dibeberapa kabupaten/kota di Bali.

Baca juga:  Selama IBTK, Pemedek Diimbau Tak Gunakan Tas Kresek dan Ikuti Larangan di SE Gubernur

Inspeksi Mendadak DPRD Bali

Inspeksi mendadak DPRD Bali bersama OPD pada Agustus 2025 mengungkap proyek Magnum Residence di Berawa yang diduga melanggar aturan LSD. Pembangunan mewah ini berdiri di atas lahan sawah yang semestinya dilindungi dan tidak memiliki AMDAL maupun izin bangunan lengkap. Satpol PP telah memasang police line dan merekomendasikan penghentian sementara aktivitas.

Kejadian serupa juga pernah terjadi di Kabupaten Gianyar. Proyek Parq Ubud yang membangun villa, spa center dan fasilitas peternakan di atas lahan yang masuk zona LSD dan LP2B juga di segel dan ditutup oleh Satpol PP.

Bahkan, pemiliknya yang seorang WNA asal Jerman ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali. Dan, kini segel untuk Parq Ubud telah dibuka.

Sejumlah villa serta guest house di kawasan Ubud dan Tegallalang pernah juga dilakukan penyegelan karena berdiri di atas lahan sawah produktif oleh Satpol PP bersama Dinas PUPR dan Dinas Pertanian Gianyar. Petugas menemukan banyak bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) maupun analisis dampak lingkungan (AMDAL).

Baca juga:  Mengenal Sosok Sugriwa, Nama yang Diabadikan di UHN Pertama di Indonesia

Modusnya Menarik

Modusnya menarik, investor yang hanya mengantongi izin usaha kuliner kecil, akan tetapi faktanya membangun resort berskala besar. Penertiban dilakukan dengan pemasangan police line hingga perintah pembongkaran bangunan semi permanen.

Pelanggaran serupa juga pernah terjadi di Kabupaten Tabanan. Sebagai lumbung berasnya Bali, juga tidak luput dari ancaman alih fungsi lahan. Sejumlah villa dan kafe di sekitar kawasan wisata Penebel hingga Kediri pernah disorot karena menutup akses irigasi subak.

Pola pelanggaran LSD di sejumlah daerah di Bali, hampir sama. Hal ini dikarenakan lemahnya sinkronisasi data dalam tata ruang, dan kuatnya tekanan ekonomi, serta kurang tegasnya penegakan hukum.

Kelemahan tersebut akan dimanfaatkan oleh keberanian investor mengalihfungsikan secara ilegal. Tantangan besar ini perlu komitmen dan hanya penegakan hukum yang konsisten. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN