Kepala Bapenda Badung, Ni Putu Sukarini. (BP/par)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kabupaten Badung menuai sorotan. Sejumlah warga mengeluhkan lonjakan tarif yang dinilai memberatkan, bahkan di beberapa wilayah kenaikannya mencapai 150 persen.

Contohnya, dari sebelumnya Rp4 juta melonjak menjadi Rp10 juta. Lonjakan ini paling dirasakan di Kecamatan Kuta, Kuta Selatan, dan Kuta Utara.

Merespons keresahan warga, anggota DPRD Badung, Gede Aryantha meminta agar kebijakan ini dikaji ulang. Khusus untuk pajak PBB atas permukiman murni, lahan pertanian (konservasi, LSD maupun LP2B) PBB-nya agar tetap dinolkan.

“Kiranya mohon dikaji kembali dan mohon kebijakan penurunan nilai NJOP selanjutnya disosialisasikan secara masif agar masyarakat tidak menggerutu dan juga mohon diarahkan jika ada yang keberatan agar diasistensi mengajukan keberatan sebagaimana hak wajib pajak. Kami memberi apresiasi kepada Bapenda Badung dan jajaran yang telah bekerja keras untuk hal ini,” ujarnya.

Baca juga:  Bersinergi Menuju Keharmonisan Mengawal Bali

Kepala Bapenda Badung, Ni Putu Sukarini menjelaskan, penyesuaian NJOP mengacu pada implementasi UU HKPD pasal 40 ayat 5 dan 6 yang mewajibkan penyesuaian maksimal tiga tahun sekali. Badung di tiga kecamatan yaitu Kuta, Kuta Utara, Kuta Selatan, terakhir melakukan penyesuaian NJOP tahun 2020.

“Tahun ini dilakukan penilaian zona nilai tanah, kami juga sudah mengundang seluruh kaling untuk mengkonfirmasi nilai tanah sebelum difinalkan dalam bentuk perbup,” ujar Sukarini, Senin (18/8).

Ia menambahkan, penetapan PBB dihitung dari NJKP sebesar 20–100 persen dari NJOP setelah dikurangi nilai tidak kena pajak. Untuk lahan nonkomersial seperti rumah tinggal, lahan hijau, dan lahan yang tidak diusahakan, ketetapannya bisa menjadi nol. “Dengan syarat, harus mengajukan permohonan ke Bapenda untuk dinolkan,” tegasnya.

Baca juga:  Kenaikan Kasus COVID-19 Nasional Masih Tiga Ratusan Orang

Menurutnya, pada aturan sebelumnya (UU No. 28 Tahun 2009), pemerintah bisa memberi stimulus hingga 100 persen. Namun, dalam UU HKPD, pengurangan diberikan dengan rentang 20–100 persen dari NJOP. “Saat ini di Kabupaten Badung sudah diberikan pengurangan 5–50 persen sesuai persentase peningkatan ketetapan,” katanya.

Ia mengungkapkan, lahan pertanian yang kini mengalami lonjakan pajak sebagian besar karena sebelumnya tidak mengajukan permohonan nol. Masyarakat bisa datang langsung ke Bapenda untuk mengajukan permohonan nol khusus lahan nonkomersial. “Cukup mengisi blanko, membawa KTP, KK, dan fotokopi sertifikat tanah,” terangnya.

Hingga kini, dari total 240 ribu nomor objek pajak (NOP) di Badung, sekitar 125 ribu sudah dinolkan. Namun, masih ada 67 ribu NOP yang mengalami kenaikan, sebagian besar adalah lahan komersial. “Kenaikan signifikan biasanya karena sebelumnya mendapat stimulus nol, tapi ternyata lahannya digunakan sebagai vila atau ada perubahan luas tanah serta kelas tanah. Saat ini kami masih membahas kembali dan menunggu arahan pimpinan,” pungkasnya.

Baca juga:  Produktivitas Pekerja Bali Rendah

Sebelumnya, Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, juga menegaskan penyesuaian NJOP telah mengacu pada regulasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintahan Daerah dan Pemerintah Pusat, NJOP ditetapkan setiap 3 tahun sekali, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. (Parwata/balipost)

BAGIKAN