Sejumlah wisatawan mancanegara berada di kawasan wisata Sanur, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pungutan royalti pemutaran lagu atau musik tertentu dinilai belum reasonable. Sehingga pemungutan yang dilakukan, membuat pelaku pariwisata resah.

“Kami resah, kami sudah disurati. Karena ini perintah UU kan sanksinya pidana,” ungkap pelaku pariwisata IB Gede Sidharta Putra, Minggu (17/8).

Hanya saja sosialisasinya masih kurang. “Mana lagu atau musik yang kena dan enggak, playlist yang mana, banyak kerancuan,” ungkapnya.

Menurutnya, para pengusaha tidak masalah kena biaya royalti, asal harus reasonable (masuk akal). Di Santrian hotel sebelumnya membayar royalti Rp6 juta per tahun.

Baca juga:  Taufiq Tetap Main Game di Bandung

Namun ia mempertanyakan ada restauran yang kecil diminta membayar royati Rp30 juta, Rp40 juta per bulan. Pengenaan royalti ini yang menurutnya tidak jelas sehingga membuat pelaku usaha enggan membayar.

“Gacoan kena Rp2 miliar, darimana angkanya? Tidak ada kejelasan, kami jadi bertanya-tanya, saya puter lagu apa ya .. sehingga kena royalti Kan belum tentu memutar lagu juga. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) seharusnya infokan list ini – itu yang kena, kan ada penyanyi yang bebaskan pakai lagunya berarti dia out dari list pungutan royalti. Masalah dia mau membaginya bagaiman, silakan, yang penting harganya reasonable,” ungkapnya.

Baca juga:  Pascabom Kampung Melayu, Dua Negara Keluarkan "Travel Advisory"

Saat ini kondisi dunia usaha sedang dijepit dengan berbagai pungutan dan pajak. Ia khawatir justru dunia usaha runtuh dengan kebijakan pemerintah. Sementara, pelaku usaha belum merasakan manfaat atau kontribusi dari apa yang mereka bayar ke pemerintah.

“Kaya ditembaki di kebun binatang terus-terusan, rate harga kamar hotel engga pernah naik, jumlah hotel bertambah, harga semakin kompetitif, nurun terus,” ungkap Gusde yang juga Ketua Yayasan Pembangunan Sanur ini.

Baca juga:  Penumpang Kapal Viking Sun Kunjungi Museum Bali

Selain royalti musik, pelaku usaha juga mengeluhkan kenaikan pajak lainnya seperti PPN, PBB. “Pajak..pajak.. pajak.. gila.. memberatkan banget pengusaha ini dan sebaliknya apa yang sudah diberikan kepada kami pengusaha,” ujarnya.

Ia menyadari pengusaha memang harus membayar sesuatu untuk kelanjutan usaha namun yang penting harus reasonable. “Jangan sampai mematikan mereka semua. Tolong bantu perbesar market mereka, naikkan harganya,” ujarnya

Selain itu, akomodasi dan fasilitas pariwisata di Sanur telah berbenah namun fasilitas publik yang menyebabkan kemacetam atau ketidaknyamanan juga agar diperbaiki. (Citta Maya/Balipost)

BAGIKAN