
GIANYAR, BALIPOST.com – Di Bali upacara pitra yadnya atau ngaben, palebon massal sudah lumrah atau sudah biasa digelar bahkan istilah ini sudah tidak asing di telinga masyarakat. Namun, dalam upacara pitra yadnya atau atiwa-tiwa yang digelar di Kecamatan Ubud tahun 2025 sangat beda dan nampak unik, namun tidak mengurangi makna yadnya.
Seperti apa yang dilakukan Banjar Adat Teges Kawan dan Banjar Adat Yangloni, Desa Adat Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar. Di Desa Adat Peliatan, Banjar Teges Kawan dan Banjar Teges Yangloni dalam atiwa-atiwa kinembulam, mempersembahkan modifikasi semua jenis petulangan menjadi satu ini menuai perhatian publik.
Diberi nama petulangan “Sidi Kara Jati” sebagai makna bersatunya krama di dua banjar adat meski berbeda garis keturunan atau soroh dan secara tulus bergotong-royong mempersembahkan yadnya kepada leluhurnya.
Petulangan ukuran jumbo dan menarik perhatian pengguna jalan. Karena semua unsur terwakili. Sepintas seperti gajah dengan belalainya, namun perwajahan menyerupai naga serta singa, tapi bertanduk seperti lembu. Di bagian anatomi tubuhnya bersisik seperti naga, berekor ikan namun bersayap sardula.
Menurut Kelian Adat Yangloni, I Made Sandiyasa Astawa didampingi Kelian Adat Teges Kawan, I Wayan Mudalara, baru kali ini upacara atiwa-tiwa atau ngaben massal di dua banjar ini melibatkan sejumlah soroh atau klen bisa dijadikan satu dalam satu petulangan atau wadah khusus. Di mana dalam satu petulangan digabung sebanyak 18 sawa atau mayat.
Petulangan ini disebut “Sidi Kara Jati”. Di mana bentuk petulangan ini dimasukkan berbagai unsur yakni unsur gajah, unsur ikan, unsur lembu, unsur singa, unsur naga. “Baru kali ini dalam ngaben massal bisa kita gabungkan dari berbagai unsur atau soroh dijadikan dalam satu tempat kita sebut Sidi Kara Jati,” kata Kelian Adat Yang Loni.
Dikatakan, dalam ngaben massal sebelumnya masing-masing soroh atau klen masih sendiri-sendiri berkelompok. Namun, kali ini sudah bisa dijadikan satu. Dijelaskan, karena Desa Adat Peliatan memiliki dua setra atau kuburan yakni Setra Dalem Puri di sebelah utara dan Setra Desa Adat Peliatan ada di bagian selatan.
Sandiyasa Astawa menambahkan untuk ngaben massal kali ini diikuti 18 sawa dan 27 ikut dalam upacara “nyekah”.
Disinggung soal biaya, Sandiyasa Astawa menjelaskan sumber dana ada dari bantuan Pemkab Gianyar, bantuan adat, bantuan desa dinas dan urunan krama. “Petulangan ini adalah perwujudan dari kebersatuan krama kami di dua banjar yakni Banjar Teges Kawan dan Teges Yangloni dalam melaksanakan Pitra Yadnya. Kami sebut “Sidi Kara Jati” sebagai ungkapan krama, kami yang masikian atau bersatu secara tulus dalam melaksanakan pitra yadnya ini,” tutup I Made Sandiyasa Astawa. (Agung Yuliantara/denpost)