
DENPASAR, BALIPOST.com – Pemkot Denpasar memberi insentif fiskal pada Wajib Pajak (WP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akibat menaikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Sehingga kenaikan PBB menjadi tak signifikan. Demikian diungkapkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) IGN Eddy Mulya, Kamis (14/8).
“Penyesuaian NJOP itu, sesuai kewajiban seluruh daerah untuk menyesuaikan dengan UU, maka ditemukan kenaikan angka 4 kali lipat,” ujarnya.
Dengan demikian, menurutnya wajar masyarakat membayar PBB paling tidak 10 kali lebih tinggi dari biasa yang dibayarkan. Namun demikian merujuk pada UU tersebut dalam pasal 191, ada kewenangan Pemda berupa pengurangan pemungutan pajak.
Untuk itu, Pemkot menerbitkan regulasi terkait nilai NJOP dan Perwali tentang kebijakan pengurangan pokok pajak PBB dengan memperhatikan asas- asas perpajakan.
Oleh karena itu sejak 2024 secara formal Pemkot tetap mengikuti perintah UU namun secara operasional, ada kebijakan pengurangan pokok pajak.
Sehingga pada Perwali ditetapkan struktur pemberian pengurangan pokok secara proporsional tapi tidak berlaku bagi dunia usaha. “Jadi tidak jauh beda dengan kebijakan Pemda PBJT hiburan dulu yang sempat ribut di beberapa daerah,” tandasnya.
Menurutnya, struktur dalam Perwali pengurangan pokok pajak PBB akibat kenaikan NJOP, ada level sekitar 271 sehingga antarwajib pajak daerah tidak sama.
“Intinya ketika jadi produk final dalam SPT PBB, masyarakat tidak akan merasakan kenaikan signifikan. Misalnya sekarang membayar Rp 300rb, kalau dilepas tanpa Perwali, maka bisa membayar Rp1,5 juta, maka akan mengagetkan bagi masyarakat,” ungkapnya
Dengan insentif fiskal pengurangan pokok akibat kenaikan NJOP, masyarakat paling tinggi membayar misalnya Rp325ribu.
“Dalam SPT PBB Denpasar, akan tampak pajak terhutang PBB sesuai dengan peraturan perundangan misalnya Rp1,5 juta namun dibawahnya juga tercantum, akibat pengurangan pokok, maka pajak yang harus dibayarkan Rp300ribu. Perbedaan angka inilah kareba insentif fiskal dari Pemkot,” jelasnya. (Citta Maya/Balipost)