Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya menyerahkan pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Bali kepada Gubernur Bali, pada Rapat Paripurna ke-31 DPRD Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (11/8). (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali dikebut. Setelah diusulkan oleh Gubernur Bali pada Rabu (6/8) lalu, kini usulan tersebut telah mendapat tanggapan berupa pandangan umum dari seluruh fraksi di DPRD Bali, Senin (11/8).

Pandangan umum fraksi-fraksi ini akan mendapat jawaban oleh Gubernur Bali, Selasa (12/8) ini. Setelah itu, rencananya akan disetujui menjadi Peraturan Daerah (Perda) pada Kamis (14/8).

Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan, pembahasan Raperda Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali dilakukan cepat karena materi dan kesepakatannya sudah matang. Raperda yang diinisiasi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali ini ditargetkan DPRD Bali rampung dalam sepekan.

“Karena materinya memang sudah matang dan sudah sepakat dengan DPRD, fraksi, komisi. Materi juga sudah saya dalami betul sampai malam-malam. Dari pengalaman saya, legislasi ini oke,” ujar Gubernur Koster usai mengikuti Rapat Paripurna ke-31 DPRD Bali terkait Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Bali Terhadap Raperda Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (11/8).

Baca juga:  Stabilitas Rupiah Dipastikan Terjaga

Koster menepis anggapan bahwa Raperda ini terburu-buru tanpa kajian. Menurutnya, Bale Kertha Adhyaksa bukan unsur lembaga desa adat, melainkan lembaga yang ada di desa adat untuk memberikan pendampingan.

Ia menegaskan bahwa Bale Kertha Adhyaksa ini bukan unsur lembaga desa adat, tetapi merupakan wahana untuk pendampingan di desa adat. “Substansinya sangat bagus, tentu akan jadi perhatian, didiskusikan pada tanggapan Gubernur besok,” katanya.

Koster menjelaskan, lembaga ini berbeda dengan kertha desa yang menegakkan hukum adat. Bale Kertha Adhyaksa akan menyelesaikan berbagai permasalahan di desa adat, termasuk kasus pidana ringan maupun perdata ringan.

“Kalau kertha desa itu untuk menegakkan hukum adat yang berlaku di desa adat, awig-awig, pararemnya. Ini tidak mengambil alih masalah itu, beda ini. Berbagai masalah di desa adat kan banyak, ada yang pidana, perdata yang kategori ringan bisa diselesaikan dengan forum ini, lembaga baru,” tandasnya.

Baca juga:  Dikebut, Pembangunan Rumjab Bupati Badung

Ia menyebut, Bale Kertha Adhyaksa Desa Adat di Bali ini akan menjadi yang pertama di Indonesia. Dikatakan, Perda ini akan mulai diberlakukan pada Tahun 2026.

“Pertama di Indonesia karena Kajati-nya koordinasinya bagus. Ini kan mulai berlaku Januari 2026, jadi begitu ini berlaku, perdanya sudah siap berlakunya 2026. Unsur orangnya bisa dari desa adat, kelurahan, tokoh, akademisi yang jadi anggota Bale Kertha Adhyaksa,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam pandangan umum Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Demokrat-Nasdem yang dibacakan oleh I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya mendukung pembentukan Bale Kertha Adhyaksa yang dinilai sebagai langkah strategis dalam memperkuat sistem keadilan restoratif berbasis kearifan lokal Bali.

Hal ini selaras dengan semangat Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, yang menempatkan desa adat sebagai pilar utama dalam menjaga keharmonisan sosial, budaya, dan spiritual masyarakat Bali.

Baca juga:  Sidak Awal Tahun, Bapas Pastikan Layanan Prima kepada Masyarakat

Apalagi, Raperda ini selaras dengan ungkapan bahwa “hukum adat sebagai ibu dari peraturan perundang-undangan” yang menegaskan bahwa hukum adat memiliki peran penting dan mendasar dalam pembentukan serta pengembangan hukum positif di Indonesia. Sebagai salah satu sumber hukum nasional, hukum adat memiliki kedudukan fundamental. Di mana, prinsip-prinsip dan nilai-nilainya telah diadaptasi dan dikodifikasi ke dalam peraturan perundang-undangan. Peranan hukum adat tidak hanya menjaga nilai-nilai luhur bangsa dan memperkuat identitas hukum Indonesia, tetapi juga merefleksikan karakteristik historis dan kultural.

“Hukum adat adalah mother of law bagi bangsa Indonesia sebuah warisan luhur dengan karakteristiknya yang khas, dan telah mengakar serta menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut kehidupan masyarakat,” tandasnya. (Winata/Balipost)

 

BAGIKAN