Ekskavator sedang memindahkan tumpukan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menggugah kesadaran masyarakat mengolah sampahnya sendiri membutuhkan bukti keseriusan pemerintah menyediakan infrastruktur. Kalau saja warga melihat sampah mereka akan diolah menjadi listrik, partisipasi akan meningkat drastis.

Pakar energi, pengelolaan sampah dan lingkungan dari Teknik Mesin Universitas Udayana Prof. I Nyoman Suprapta Winaya, S.T., MASc., PhD., yang diwawancarai, Minggu (10/8), mengatakan pemerintah harus membangun sistem yang kredibel terlebih dulu di antaranya, insinerator mini di TPS 3R, reaktor komposter, dan Waste to Energy (WtE) yang benar-benar beroperasi.

“Baru setelah itu kita bisa meminta masyarakat berpartisipasi penuh. Kepercayaan dibangun melalui bukti nyata, bukan janji-janji,” ujarnya.

Baca juga:  Koperasi Diminta Terapkan Protokol Kesehatan

Dengan teknologi WtE berkapasitas 1.000 ton per hari, mayoritas sampah Sarbagita bisa diolah menjadi listrik. “Trust is earned, bukan diminta. Kalau sistem hilir sudah proper dan masyarakat melihat sampahnya benar-benar diolah jadi listrik, partisipasi akan meningkat drastis,” tandasnya.

Suprapta yang diwawancarai, Minggu (10/8), mengatakan, dari sisi pendanaan teknologi, pengelolaan sampah modern memerlukan tipping fee tinggi.

Berdasarkan data BPS 2024, Bali dikunjungi 6,3 juta wisatawan asing dan 10,1 juta wisatawan domestik per tahun. Mereka menghasilkan devisa triliunan rupiah, tapi juga menghasilkan sampah yang tidak sedikit.

Baca juga:  Tujuh Kabupaten/kota Laporkan Tambahan Korban Jiwa COVID-19

Menurutnya, sebagian kecil revenue pariwisata bisa dialokasikan khusus untuk pengelolaan sampah. “Tourism tax atau environmental fee sebesar 1-2 persen dari pengeluaran wisatawan bisa menjadi sumber pendanaan sustainable untuk teknologi WtE dan pengolahan sampah modern. Ini win-win solution, wisatawan tetap menikmati Bali yang bersih, sementara sampah mereka diolah dengan teknologi ramah lingkungan,” ujarnya.

Dengan volume kunjungan lebih dari 16 juta wisatawan per tahun, potensi environmental fee bahkan dalam jumlah kecil sudah bisa menghasilkan pendanaan signifikan untuk teknologi pengelolaan sampah modern yang memerlukan investasi tinggi namun berkelanjutan. “Ini momentum transformasi dari open dumping ke fasilitas WtE modern,” tegas Prof. Winaya.

Baca juga:  Gaet Turis Inggris, Ini yang Dilakukan BPPD Badung

Dengan penutupan TPA Suwung di depan mata, Bali memiliki kesempatan emas melakukan lompatan besar dalam teknologi pengelolaan sampah. Saatnya wujudkan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui sistem yang dapat dipercaya. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN