
JAKARTA, BALIPOST.com – Penyaluran kredit perbankan nasional tercatat mencapai Rp8.060 triliun pada Juni 2025, atau mengalami pertumbuhan 7,77 persen secara tahunan (yoy). Meski masih menunjukkan pertumbuhan positif, laju penyaluran kredit itu tercatat melambat jika dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 8,43 persen (yoy).
Dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK di Jakarta, seperti dilansir Kantor Berita Antara, Senin (4/8), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa sektor perbankan masih menunjukkan kinerja intermediasi yang stabil dengan profil risiko yang tetap terjaga.
Ia menjelaskan, berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 12,53 persen (yoy), disusul oleh kredit konsumsi sebesar 8,49 persen (yoy), dan kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 4,45 persen (yoy).
Dari sisi kepemilikan bank, pertumbuhan tertinggi tercatat pada Bank Umum Swasta Nasional Domestik dengan kenaikan sebesar 10,78 persen (yoy).
Sementara berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi juga tumbuh sebesar 10,78 persen (yoy), sedangkan kredit kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencatatkan pertumbuhan lebih rendah yaitu 2,18 persen (yoy) seiring dengan upaya pemulihan kualitas kredit pada segmen tersebut.
Kemudian, penyaluran kredit ke sektor pertambangan dan penggalian mencatatkan pertumbuhan paling besar, yaitu 20,69 persen (yoy).
Sektor jasa juga tumbuh signifikan sebesar 19,17 persen (yoy), diikuti sektor transportasi dan komunikasi yang tumbuh 17,94 persen (yoy), serta sektor listrik, gas, dan air yang mengalami pertumbuhan 11,23 persen (yoy).
“Jika dilihat berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit ke beberapa sektor tersebut tumbuh tinggi secara tahunan mencapai double digit,” ujar Dian.
Lebih lanjut dari sisi pendanaan, Dian memaparkan Dana Pihak Ketiga (DPK) tercatat tumbuh 6,96 persen (yoy) menjadi Rp9.329 triliun. Komponen giro mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,35 persen, tabungan 6,84 persen, dan deposito sebesar 4,19 persen.
Dia menilai penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI-Rate turut mendorong penurunan suku bunga perbankan.
“Penurunan BI rate juga diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan. Dibandingkan tahun sebelumnya, rata-rata tertimbang suku bunga kredit tercatat turun 11 basis poin menjadi 8,99 persen, utamanya didorong oleh penurunan suku bunga kredit produktif,” jelasnya.
Sementara itu rata-rata suku bunga simpanan (DPK) juga mulai menunjukkan tren penurunan dibandingkan bulan sebelumnya.
Adapun tingkat likuiditas perbankan nasional pada Mei 2025 juga dinilai masih memadai, yang tercermin dari rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) yang berada di level 118,78 persen, serta rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 27,05 persen.
Kedua rasio itu jauh di atas ambang batas minimum yang ditetapkan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) juga masih dalam kondisi terjaga. NPL gross tercatat sebesar 2,22 persen, dan NPL net sebesar 0,84 persen.
Sementara itu, rasio loan at risk (LAR) menurun menjadi 9,73 persen, yang menurut Dian, sudah kembali ke level sebelum pandemi. Ketahanan perbankan juga tergambar dari kuatnya permodalan, dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang berada di level tinggi yaitu 25,81 persen. (Kmb/Balipost)