Pengunjung melihat pameran Ubud Art Ground 2025 di Batu Kurung, Kedewatan, Gianyar. (BP/kmb)

GIANYAR, BALIPOST.com – Yayasan Satya Djaya Raya mempersembahkan Ubud Art Ground 2025, sebuah platform seni dan budaya baru yang berlokasi di Batu Kurung, Kedewatan, Ubud, Gianyar sebagai titik temu antara tradisi seni dan ekspresi kontemporer.

“Parallels Legacies In Flux” disajikan dalam bentuk pameran untuk mengeksplorasi pararel antara dua praktik seni budaya melalui sejarah, warisan dan perkembangannya dengan melibatkan 31 seniman dari Bali dan 20 seniman dari Tiongkok.

“Ubud Art Ground Parallels Legacies In Flux” akan berlangsung sampai 10 Agustus 2015. Kegiatan ini dirancang untuk mendorong pertukaran budaya dan memperdalam wawasan artistik bagi seniman dan penonton lokal maupun internasional.

Baca juga:  Kebakaran, Dapur Senti Ludes

Direktur Ubud Art Ground, Yuanita Sawitri, mengatakan selain pameran, saat ini Ubud Art Ground juga tengah mengembangkan ruang seluas 2.000 meter persegi yang didedikasikan untuk seni dan budaya dalam jangka panjang. Untuk inisiatif perdananya, kegiatan dipusatkan di gudang kayu Batu Kurung, Kedewatan, Ubud, yang dekat dengan pusat seni utama yang sedang dibangun.

Yuanita mengungkapkan “Parallels Legacies In Flux” juga merupakan pameran ganda yang berfungsi sebagai proyek percontohan peluncuran platform “Ubud Art Ground untuk mengeksplorasi sejarah, perkembangan dan evolusi disiplin serta tradisi seni visual antara dua budaya yakni bali dan Tiongkok.

Baca juga:  Tali Sling Lift Putus Sebabkan 5 Tewas, Keluarga Korban "Ngulapin"

“Parallels Legacies In Flux” dibagi menjadi dua bagian, pertama “Legacies In Flux Bali” dengan kurator Farah Wardani menyajikan pandangan kaleidoskopik seni rupa bali dari era klasik hingga masa kini. Bagian ini mengkaji bagaimana dialog tradisi, modernisme dan estetika global bersinggungan dan memengaruhi seni bali, sekaligus menghormati warisan dan sejarah mendalam yang tertanam dalam identitas dan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. .

Bagian kedua menampilkan seni visual Tiongkok dengan menekankan inovasi dalam praktik seni lukis tradisional dalam konteks kontemporer. Bagaian ini dikuratori oleh Prof. Qiu Ting dari Central Academy of Fine Arts (CAFA) Beijing, Tiongkok, yang juga menjabat Dekan Sekolah Seni Lukis Tiongkok di Cafa. Ia mengaku pertama kalinya menjalin kolaborasi dengan seniman Bali.

Baca juga:  Ditarget Rampungkan 3 Ranperda dalam 1,5 Bulan, DPRD Bali Bentuk Tim Pembahasan

Melalui pameran dengan menyandingkan praktik seni rupa Bali dan Tiongkok, pameran tersebut diharapkan bisa mendorong pengunjung mendapatkan perspektif baru tentang bagaimana para seniman menafsirkan ulang warisan budaya dan tradisi dalam masyarakat kontemporer. Selain itu, fungsinya menjadi titik awal bagi pameran dan program edukasi mendatang yang akan dikembangkan oleh Ubud Art Ground. (Juliana/Winata/balitv)

BAGIKAN