
GIANYAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster menegaskan bahwa keberhasilan Gerakan Bali Bersih Sampah sangat ditentukan oleh komitmen dan kesungguhan kepala desa, lurah, dan bendesa adat sebagai ujung tombak pengelolaan sampah berbasis sumber.
Hal ini ditegaskan dalam pengarahan langsung di acara konsolidasi Gerakan Bali Bersih Sampah yang dilaksanakan di Pura Samuan Tiga, Gianyar, Jumat (11/7). Pengarahan dihadiri lebih dari 2.000 lurah, kepala desa dan bendesa adat dari seluruh Bali.
Gubernur Koster dalam arahannya menekankan bahwa volume sampah di Bali telah mencapai 3.436 ton per hari, dengan lebih dari 60% bersumber dari rumah tangga dan 17% berupa plastik sekali pakai. 60 persen sampah rumah tangga tersebut di antaranya berasal dari desa, kelurahan, dan desa adat.
Oleh karena itu, Gubernur Koster menegaskan bahwa desa-desa adalah medan utama pengelolaan sampah, dan jika pengelolaan di tingkat desa berhasil, maka sebagian besar masalah sampah Bali bisa diselesaikan. Namun sayangnya, setelah enam tahun penerapan dari kebijakan pengelolaan sampah berbasis sumber,hingga saat ini hasilnya belum memuaskan.
“Ini terjadi akibat lemahnya implementasi di tingkat desa dan desa adat serta komitmen kita yang belum kuat. Jika permasalahan sampah terus berlanjut bisa mengancam keberlanjutan alam Bali dan merusak wajah pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah,” ujar Koster.
Untuk itu, Gubernur Koster menegaskan komitmen serta kesungguhan semua pihak untuk menangani permasalah sampah di pulau dewata ini. Seluruh kepala desa, lurah dan bendesa adat diwajibkan melaksanakan pengelolaan sampah berbasis sumber secara menyeluruh mulai dari rumah tangga hingga TPS3R, melarang penggunaan plastik sekali pakai (tas kresek, pipet, dan kemasan plastik <1 liter) dalam seluruh aktivitas masyarakat, termasuk kegiatan adat dan pasar tradisional serta menetapkan pararem atau peraturan desa yang mengikat dan menyesuaikan dengan kearifan lokal.
“Sampah yang dihasilkan di desa harus selesai di desa, tidak ada lagi sampah yang dibawa ke TPA atau keluar dari desa, Desaku bersih tanpa mengotori desa lainnya,” tegasnya.
Orang nomor satu di Bali ini menambahkan untuk mendukung pelaksanaan di lapangan, lurah, kepala desa dan bendesa adat agar membentuk tim terpadu yang melibatkan Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta kelompok peduli lingkungan. Tim ini bertugas melakukan edukasi dan pengawasan intensif kepada masyarakat, serta memastikan pasar tradisional mulai meninggalkan plastik sekali pakai dan beralih ke tas ramah lingkungan.
“Seluruh desa, kelurahan, dan desa adat wajib mengelola sampahnya secara mandiri paling lambat 1 Januari 2026. Sebagai bentuk dorongan,saya akan memberikan penghargaan keuangan hingga Rp1 miliar kepada desa, kelurahan, dan desa adat yang berhasil menjalankan program secara optimal dan sebaliknya, desa yang tidak melaksanakan kebijakan ini akan dikenai sanksi administratif, termasuk penundaan bantuan keuangan dan insentif,” tandasnya.
Menutup arahannya, Gubernur Koster menegaskan bahwa kepala desa, lurah, dan bendesa adat bukan hanya pemimpin administratif, tetapi juga pemimpin moral dan pelindung alam. Gubernur menekankan bahwa Gerakan Bali Bersih Sampah harus berhasil dan tidak bisa ditunda lagi. “Jika saudara-saudara gagal mengelola sampah di desa masing-masing, berarti saudara gagal menjaga Bali. Gerakan Bali Bersih Sampah bukan simbolik. Ini adalah bentuk komitmen kita menjaga masa depan Pulau Bali. Tidak ada pilihan lain, kita harus berhasil. Ini adalah ikhtiar kita bersama demi Bali yang bersih, lestari, dan bermartabat,”tegasnya.
Dalam acara yang turut dihadiri oleh Ida Sri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa Pamayun, Wakil Gubernur Bali Nyoman Giri Prasta, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, Bupati/Wali Kota se-Bali, jajaran Forkopimda Provinsi Bali ini juga diisi dengan berbagi pengalaman bendesa adat yang telah berhasil melakukan pengelolaan sampah di desanya.
Bendesa adat tersebut adalah bendesa adat Desa Punggul, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bendesa adat Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bendesa adat Desa Adat Bindu, Kecamatan Abiansemal, Badung serta bendesa adat Desa Adat Cemenggaon, Kecamatan Sukawati, Gianyar. (Kmb/Balipost)