Warga menangkap Ular Piton yang ditemukan di sekitar Danau Buyan, Pancasari, Buleleng. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Penemuan puluhan ular piton di kawasan pinggir Danau Buyan di Desa Pancasari, Buleleng yang meresahkan warga langsung ditanggapi oleh BKSDA Bali.

Ular piton itu disebut bukan merupakan hasil pelepasliaran, melainkan memang kawasan itu merupakan habitat ular piton.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I, Sumarsono SE, MM dikonfirmasi via telepon membantah ular piton yang ditemukan warga itu merupakan hasil pelepasliaran.

Ia menjelaskan BKSDA tidak pernah melakukan pelepasliaran ular piton di hutan sekitar Danau Buyan. Apalagi kawasan Danau Buyan merupakan area publik yang dikelola untuk wisata alam.

Baca juga:  Danau Buyan-Tamblingan Digarap Jadi Kawasan Wisata Alam

“Kami tegaskan, tidak pernah ada kegiatan pelepasliaran ular piton di hutan Danau Buyan. Lokasi pelepasliaran resmi berada di kawasan hutan lindung Batukau, Tabanan, bukan di area publik seperti Buyan,” ujarnya, Minggu (6/7).

Ia menambahkan bahwa keberadaan ular piton di sekitar Danau Buyan memang bukan hal baru. Spesies tersebut telah lama hidup di sana secara alami.

Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya beberapa kulit ular piton di tengah hutan dekat dengan Danau Buyan.  “Kulit ular piton sudah sering ditemukan sejak dulu, meskipun tidak banyak,” katanya.

Baca juga:  Diduga Karena Ini, Buaya Mati Sehari Pascaditangkap di Pantai Legian

Namun, perubahan lingkungan dan menurunnya jumlah predator alami seperti elang turut memperburuk situasi. Belakangan ini, Sumarsono menjelaskan, banyak predator elang yang diburu. Tak hanya itu, kawasan hutan juga kerap dibabat untuk dijadikan kebun.

“Sekarang predatornya makin sedikit karena diburu. Elang-elang yang dulu memangsa ular sudah jarang ditemukan. Ditambah lagi banyak hutan yang dibabat jadi kebun. Habitatnya rusak, jadi ular makin sering muncul,” ujarnya.

Baca juga:  Masak Lemak dan Tulang, Dapur dan Mobil Terbakar

Terkait laporan masyarakat soal kemunculan ular yang dianggap meresahkan, pihaknya meminta warga melapor langsung ke BKSDA, bukan menyebarkan informasi lewat media sosial. “Kami perlu data konkret, lokasi, jenis ular, jumlahnya berapa. Kami sudah minta kepala desa untuk mengklarifikasi dan mendata titik-titik penemuan,” tegasnya. (Nyoman Yudha/balipost)

BAGIKAN