
DENPASAR,BALIPOST.com – Sehari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, ada satu tradisi sakral yang kerap luput dari perhatian: mencari Tirta Panembak.
Tradisi ini bukan hanya tentang air suci, tapi juga mengandung makna spiritual mendalam dalam rangkaian Pitra Yadnya.
Berikut ini lima fakta seputar Tirta Panembak yang layak diketahui:
1. Dilakukan Tengah Malam Tanpa Penerangan
Proses mencari Tirta Panembak dilakukan secara diam-diam, biasanya tengah malam sebelum Ngaben, dan tanpa menggunakan alat penerangan apapun. Tujuannya bukan sekadar menjaga kesunyian, melainkan menumbuhkan ketulusan dan keteguhan hati keluarga yang ditinggalkan.
2. Diambil dari Campuhan atau Sungai yang Mengalir
Tirta Panembak biasanya diambil dari pertemuan dua mata air (campuhan) atau sungai yang mengalir dari hilir menuju hulu. Proses pengambilan air ini menyimbolkan perjalanan roh menuju alam suci.
3. Terinspirasi dari Kisah Resi Bhisma dalam Mahabharata
Filosofi Tirta Panembak merujuk pada kisah gugurnya Resi Bhisma, yang menolak segala bentuk kemewahan duniawi menjelang ajal. Dalam Mahabharata, Arjuna memanahkan air ke langit untuk membersihkan tubuh Resi Bhisma—simbol bahwa air suci datang dari ketulusan, bukan kemegahan.
4. Digunakan untuk Memandikan Jenazah
Tirta Panembak disiramkan dari kepala hingga kaki jenazah sebagai bagian dari proses penyucian lahir dan batin. Momen ini menjadi simbol pelepasan terakhir dari ikatan duniawi, membuka jalan bagi roh menuju Sunya Mertha.
5. Tidak Bisa Digantikan dengan Tirta Lain
Berbeda dengan beberapa jenis tirta lain yang bisa dimohon dari sulinggih, Tirta Panembak harus diambil sendiri oleh keluarga. Ini menunjukkan bahwa kesungguhan dan keikhlasan tidak bisa diwakilkan—ia harus hadir dalam bentuk nyata melalui langkah hening di tengah malam. (Pande Paron/balipost)