
DENPASAR, BALIPOST.com – Bali dikenal luas sebagai pulau seribu tarian. Namun, tidak semua tarian kerap dipentaskan dalam kehidupan sehari-hari. Ada pula tarian-tarian sakral yang hanya digelar dalam konteks ritual khusus, salah satunya adalah Tari Sanghyang Bungbung.
Tarian ini terbilang langka dan hanya dapat disaksikan dalam upacara keagamaan tertentu di Pura Dalem Dese, Banjar Sindu Kaja, Intaran Sanur. Berikut sejumlah fakta menarik tentang tarian sakral ini:
1. Ditampilkan di Pura Dalem Dese, Sanur
Tari Sanghyang Bungbung dipentaskan di Pura Dalem Dese, salah satu pura kahyangan tiga di Banjar Sindu Kaja, Intaran Sanur. Pementasan dilakukan sebagai bagian dari ritual pemujaan, khususnya ketika melaksanakan upacara besar atau piodalan agung.
2. Menggunakan Bungbung Sebagai Media Sakral
Ciri khas utama dari tari ini adalah penggunaan bungbung—potongan bambu berlubang—yang difungsikan sebagai alas tempat berstana pralingga atau pratima (simbol-simbol suci para dewa). Pralingga ini biasanya digendong atau diayun saat tarian berlangsung.
3. Melibatkan 12 Orang Penari Khusus
Tari ini dibawakan oleh 12 penari, yang terdiri dari enam perempuan dan enam laki-laki. Para penari dipilih secara khusus oleh pihak desa adat, dan dipercaya telah memenuhi persyaratan kesucian lahir-batin sebelum menarikan Sanghyang Bungbung.
4. Berasal dari Tradisi Sanghyang
Sama seperti Tari Sanghyang Dedari atau Sanghyang Jaran, tarian ini merupakan bagian dari tarian Sanghyang, yaitu bentuk tari sakral yang dipercaya sebagai media komunikasi dengan alam niskala (dunia tak kasatmata). Tujuannya adalah untuk menolak bala, menyucikan wilayah, dan memohon keselamatan.
5. Menggambarkan Turunnya Ratu Alit
Dalam tradisi lokal, Sanghyang Bungbung dipercaya sebagai bentuk pengejawantahan Ratu Alit atau Widyadara-Widyadari, roh suci yang turun dari kahyangan untuk menyambut atau menghibur Ratu Gede Nusa (Bhatara/Bhatari yang disungsung di pura tersebut).
6. Pralingga Dibuat dari Pohon Jepun Sakral
Pralingga atau pratima yang digunakan dalam tarian ini dibuat dari pohon jepun yang tumbuh di area pura sebelum peristiwa Puputan Badung 1906. Hal ini menambah kekuatan magis dan nilai sejarah pada pementasan tarian tersebut.
7. Jarang Dipentaskan, Tapi Sarat Makna
Karena kesakralannya, tarian ini tidak dipentaskan sembarangan. Hanya ketika mendapat pawisik atau dalam momen penting seperti piodalan besar, barulah tarian ini ditampilkan. Ini menjadikan Sanghyang Bungbung sebagai warisan budaya tak benda yang sangat dijaga oleh masyarakat Sanur. (Pande Paron/balipost)