MANGUPURA, BALIPOST.com – Suasana Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, tampak berbeda pada Hari Raya Kuningan, pada Sabtu 3 Mei 2025.

Ribuan krama desa memadati jalanan utama, mengikuti prosesi sakral Tradisi Mekotek yang kembali digelar bertepatan dengan perayaan Hari Raya Kuningan. Tradisi yang telah berlangsung sejak abad ke-18 ini menjadi wujud nyata pelestarian budaya turun-temurun yang masih terjaga hingga kini.

Tradisi Mekotek diawali dengan sembahyang bersama di Pura Puseh Desa Adat Munggu, tempat suci yang dipercaya sebagai pusat spiritual desa.

Usai sembahyang, ratusan laki-laki dari krama desa membawa batang kayu pulet, masing-masing sepanjang sekitar 3–4 meter.

Baca juga:  Bahan Baku Batu Bata di Desa Tulikup Makin Menipis

Kayu-kayu itu kemudian dibawa berkeliling desa mulai pukul 14.00 WITA, menyusuri jalur tradisional yang telah ditentukan.

Dalam perjalanannya, para peserta akan menyatukan kayu-kayu tersebut hingga membentuk kerucut besar setinggi beberapa meter. Namun, proses penyatuan ini tidak dilakukan sembarangan.

Ada titik-titik sakral yang menjadi tempat utama ritual seperti di pertigaan di bawah pohon beringin, catus pata, marga tiga, hingga kembali ke Pura Puseh.

Bendesa Adat Munggu, I Made Suwinda mengatakan tradisi ini adalah simbol kemenangan.

Dulu, para Taruna Munggu berhasil mempertahankan wilayah Kerajaan Mengwi di Blambangan, Jawa Timur. Setelah kemenangan itu, tradisi Mekotek mulai dilakukan sebagai bentuk syukur dan penghormatan.

Baca juga:  Bersinergi Mencintai Bali

Menurut Suwinda, tradisi ini sempat mengalami tantangan pada masa penjajahan Belanda. Kala itu, penggunaan tombak dalam tradisi Mekotek dianggap berbahaya dan dilarang.

Namun setelah dilakukan negosiasi, masyarakat mengganti tombak dengan kayu pulet yang dihias daun pandan dan tamiang, simbol kekuatan dan perlindungan.

Mekotek bukan sekadar atraksi budaya, tetapi mengandung makna spiritual yang mendalam.

Pelaksanaannya setiap Hari Raya Kuningan berkaitan erat dengan sejarah persemayaman para prajurit di Pura Dalem Kahyangan Wisesa sebelum bertempur.

Baca juga:  Terlibat Pencurian, Warga Ukraina Dideportasi Usai Jalani Hukuman

Masyarakat percaya bahwa ritual ini berfungsi sebagai penolak bala, penangkal penyakit, serta sarana menjaga keharmonisan desa.

Dengan diiringi suara gamelan baleganjur dan sorak sorai peserta, Tradisi Mekotek tahun ini berlangsung meriah dan tetap sakral.

Ratusan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, turut menyaksikan keunikan warisan budaya Bali yang telah bertahan lebih dari dua abad ini. Tradisi ini bukan hanya sebuah pertunjukan, tetapi bukti hidup dari kekuatan kultural dan spiritual masyarakat Bali yang tak lekang oleh waktu. (Parwata/balipost)

BAGIKAN