Suasana Konsolidasi Agung Udayana, di Gedung Parkir Tingkat Lantai 4 Kampus Unud, Sudirman, Rabu (1/4/2025). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Melalui momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Perwakilan Mahasiswa Universitas Udayana (Unud) mengeluarkan surat terbuka yang ditujukan kepada Komisi X DPR RI, Jumat (2/5).

Surat terbuka tersebut berisikan keprihatinan mendalam terkait perjanjian kerja sama dengan Nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025 tentang Sinergitas di Bidang Pendidikan, Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi antara Universitas Udayana dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dalam hal ini Kodam IX/Udayana pada Rabu, 5 Maret 2025 yang merupakan turunan dari Nota Kesepahaman antara Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan Tentara Nasional Indonesia Nomor: 11/X/NK/2023 dan Nomor: NK/22/X/TNI.

Surat terbuka ini merupakan bentuk respons kritis atas sejumlah potensi persoalan yang ditimbulkan dari kerja sama tersebut. Perwakilan Mahasiswa Unud menilai bahwa kehidupan kampus yang seharusnya menjadi ruang bebas berpikir dan berekspresi berisiko terganggu oleh potensi intervensi militer.

Baca juga:  Rumah di Jalan Lembu Sora Terbakar, Kerugian Ratusan Juta

Hal ini karena ketidakjelasan perjanjian tersebut dalam mengatur bentuk keterlibatan TNI, khususnya dalam kegiatan akademik seperti penelitian dan program bela negara.

Ketidakjelasan ini membuka ruang bagi pembatasan terhadap kajian-kajian kritis, terutama yang menyangkut kebijakan negara.

Perwakilan Mahasiswa Unud ini berpandangan bahwa ini bukan sekadar asumsi teoritis, tetapi didasarkan pada fakta sejarah. Pada masa orde baru, militer aktif memainkan peran politik dan masuk ke dalam kehidupan kampus melalui program-program seperti LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) versi ABRI serta pemantauan organisasi mahasiswa, hingga pembentukan struktur intelijen kampus.

Fakta sejarah tersebut merupakan bukti nyata atas represi, pembungkaman intelektual, dan menurunnya kualitas demokrasi dalam dunia akademik.

Baca juga:  Hari Pertama PPKM Mikro, Tambahan Kasus COVID-19 Bali di Atas 450 Orang

Selain itu, Perwakilan mahasiswa Unud ini juga menyesalkan proses penyusunan perjanjian kerja sama ini tidak melibatkan partisipasi yang memadai dari civitas akademika yang seharusnya menjadi bagian integral dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan kampus.

Proses yang tidak transparan dan tidak melibatkan pihak terkait ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip otonomi perguruan tinggi yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, menyatakan bahwa “pengelolaan perguruan tinggi dilakukan berdasarkan asas otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan partisipatif. Hal ini kemudian ditegaskan kembali dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjamin kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan sebagai prinsip utama dalam dunia pendidikan tinggi.

Baca juga:  Untuk Timnas, Erick Thohir Lanjutkan Kerja Sama Dengan STY

Dengan demikian, segala bentuk kerja sama yang tidak didasarkan pada prinsip- prinsip tersebut dapat dianggap cacat secara hukum dan bertentangan dengan semangat reformasi pendidikan nasional.

Dengan mempertimbangkan potensi dan dampak negatif tersebut, maka Perwakilan Mahasiswa Unud melalui Surat Terbuka meminta kepada Komisi X DPR RI untuk mengawasi dan mengkaji ulang perjanjian tersebut serta memastikan bahwa kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia tetap menjunjung tinggi prinsip kebebasan akademik dan otonomi perguruan tinggi.

‘Kami juga mendesak agar Kemendikbudristek mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membatalkan perjanjian ini jika terbukti melanggar ketentuan perundang-undangan,” tegas Perwakilan Mahasiswa Unud dalam surat itu. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN