gantung
Ilustrasi

Oleh : Dr. dr. AA Sri Wahyuni, Sp.KJ.

Terasa berat bagi seluruh masyarakat dari segala golongan umur, status sosial ekonomi karena sudah hampir delapan minggu belum ada tanda-tanda penurunan angka kasus PDP (pasien dalam pengawasan) dan kematian karena infeksi COVID-19. Pemerintah dengan segala kebijakan yang mengadopsi WHO, kearifan lokal, berusaha mencegah penularan di masyarakat. Namun budaya karakter masyarakat Indonesia dan di Bali khususnya sangat beragam, dari yang sangat cemas dan takut sampai yang sangat tidak peduli.

Bagi masyarakat pencemas disertai ketakutan, janganlah dianggap biasa di masa pendemi ini. Kecemasan akan disertai dengan keluhan ketidaknyamanan pada seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Jika ingin periksa ada rasa takut terpapar virus di rumah sakit.

Bagaimana kecemasan tidak memberat menjadi depresi jika pandemi ini berdampak sangat luas. Seperti kehilangan pekerjaan, tidak ada alternatif pekerjaan di rumah yang menghasilkan uang. Sementara anak-anak belajar dari rumah perlu akses internet (kuota) dan menjaga kenyamanan anak tinggal di rumah perlu biaya. Belum lagi tagihan uang kos/kontrak, cicilan rumah, cicilan motor/mobil dan cicilan lain tidak serta merta bisa ditunda.

Baca juga:  Hari Ini, Korban Jiwa COVID-19 Dilaporkan Bali

Beberapa golongan masyarakat yang masih bisa makan sampai beberapa bulan ke depan, bukan berarti bebas dari kecemasan serta ketakutan akan ketidakpastian dengan tetap tinggal di rumah sambil memantau perkembangan situasi pandemi, dan lain-lain dari media elektronik. Ketika kegiatan yang menyenangkan di luar rumah terhenti akan membuat masyarakat mulai galau, bingung sampai kapankah pandemi ini berakhir? Tidak satu pun ada yang dapat memprediksi.

Hingga saat ini mengajak masyarakat taat pada kebijakan pemerintah pusat ataupun daerah, untuk pencegahan penularan COVID-19 sangat berat dan tertatih-tatih. Bagaimana dengan masyarakat yang pencemas, depresi, gangguan suasana perasaan yang lainnya?

Kekambuhan tidak dapat dihindari, sedangkan keluarga atau masyarakat ketakutan untuk bertemu dokter ke rumah sakit karena takut dengan penularan COVID-19. Apalagi yang belum pernah mengalami gangguan cemas atau depresi, mulai merasakan banyak yang tidak nyaman di tubuh, sedih, takut, sulit tidur. Keluarga pun mulai bingung, dalam kondisi keuangan sulit ada anggota keluarga yang mulai mengeluh sakit-sakitan.

Bagi pasien sembuh COVID-19, setelah selesai karantina, tidak luput dari trauma selama perawatan atau isolasi di kapal, hotel dan rumah. Mereka sering merasakan seperti habis dipenjara, ketakutan, merasa asing, dikucilkan, takut kambuh, badan masih merasa sumer-sumer demam, sulit tidur, ketakutan menularkan ke orang lain.

Baca juga:  Perpustakaan dan Generasi Milenial

Jika sudah timbul berbagai gejala di atas, atau tiga dari gejala-gejala berikut; gangguan tidur, ketakutan akan tertular sehingga ingin melakukan tes berulang atau pengecekan paru-paru, gelisah, pikiran kosong, mudah emosi, kehilangan minat dan keinginan pada hal-hal yang menyenangkan. Merasa tidak berguna, nafsu makan menurun, pikiran negatif/curiga, mudah tersinggung/sensitif (marah, menangis). Jangan dibiarkan berlangsung lebih dari satu minggu. Jika dibiarkan hingga lebih dari satu minggu tanda dan gejala akan semakin memburuk hingga mengamuk ke diri seperti menyakiti diri sendiri bahkan dorongan keinginan mengakhiri hidup.

Masyarakat jangan takut untuk berkonsultasi ke dokter umum atau dokter psikiater terdekat, jangan lupa menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan setelah dan sebelum ke tempat pelayanan kesehatan, apalagi jika akan memegang area wajah yaitu mata, hidung dan mulut. Jika ada akses konsultasi online bisa sangat membantu untuk membantu mengurangi keluhan atau mengalihkan pikiran negatif.

Baca juga:  Ini, 9 Lokasi "Kick Off" Vaksinasi Anak 6-11 Tahun di Bali

Berikut ini beberapa tips mencegah depresi dan bunuh diri. (1) Memahami pandemi ini masalah dunia. (2) Seluruh lapisan masyarakat terdampak, kita tidak sendiri menghadapi kesulitan ini. (3) Hindari sumber berita hoax. (4) Cari informasi online yang positif dan inovatif untuk orang dewasa dan anak-anak (fasilitas yang diberikan pemerintah untuk masyarakat, berkebun, memasak, membaca, berkarya, bermain musik, melukis, menari, menyanyi). (5) Mulai kegiatan seperti hari-hari sebelum pandemik (olahraga, mandi, membersihkan rumah, masak, mencuci, dll). (6) Lawan rasa malas, walaupun ada tugas bekerja dari rumah, ikut aktif dalam kegiatan volunter pencegahan penularan COVID-19 di banjar atau desa. (7) Tetap berkomunikasi dengan saudara, anak, teman, sahabat, pacar, suami/istri yang harus berjauhan bertugas dengan segala fasilitas komunikasi yang ada.

Jika sudah mulai banyak mengeluh atau menarik diri seperti tanda-tanda gejala cemas, depresi, reaksi stres pascatrauma di atas segera hubungi petugas kesehatan terdekat, dokter umum atau psikiater atau dapat menghubungi Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) Bali melalui email pdskji.bali@gmail.com.

Penulis, Spesialis Kedokteran Jiwa

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *