Tiga orang ABK pesiar membawa barang bawaannya menuju tempat penjemputan di Pelabuhan Benoa, Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gelombang kepulangan para tenaga kerja (naker) migran asal Bali menjadi salah satu sumber penyebaran COVID-19. Namun demikian, masyarakat diharapkan tidak takut atau khawatir berlebihan.

Begitu juga tidak melakukan penolakan terhadap kehadiran mereka yang sedang menjalani proses karantina di sejumlah wilayah. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Bali, tercatat 10.935 orang tenaga kerja (naker) migran yang sudah pulang ke Bali sejak 22 Maret hingga 21 April 2020.

Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra dalam keterangan persnya mengatakan, mayoritas PMI yang positif COVID-19 ditemukan setelah Gugus Tugas melaksanakan rapid test sejak 22 Maret. Hanya sedikit yang ditemukan positif sebelum ada rapid test. “Yaitu ada 1 di Buleleng, kedua di Karangasem dan yang ketiga ada di Bangli. Itu mereka pulang sebelum kita memberlakukan rapid test,” ujarnya seraya mengatakan, diantara mereka sudah ada yang dinyatakan sembuh.

Baca juga:  Antisipasi Flu Burung, Badung Lakukan "Biosecurity" di Pasar Beringkit

Dari jumlah 10 ribuan naker migran itu, yang diketahui terjangkit COVID-19 sampai dengan 21 April sebanyak 95 orang. Menurut Dewa Indra, PMI yang pulang setelah ada rapid test semuanya telah terjaring untuk melakukan pemeriksaan. Baik itu melalui bandara (kedatangan domestik dan internasional, red), maupun melalui pelabuhan Benoa, tidak ada yang lolos dari rapid test.

Jika hasilnya negatif, PMI tersebut diserahkan kepada kabupaten/kota untuk karantina. Kalau hasilnya positif, diambil oleh Gugus Tugas Provinsi untuk dibawa ke tempat karantina yang dikelola Pemprov Bali. Disana, para PMI akan kembali diuji spesimen swabnya di lab dengan metode PCR. “Kalau nanti hasil tes labnya itu positif, maka dilihat dulu. Kalau sehat, dia diisolasi di tempat karantina yang dikelola Pemprov. Kalau kurang sehat, dibawa ke RS,” jelasnya.

Baca juga:  Fenomena Kabut Selimuti Beberapa Pantai di Bali, Ini Penyebabnya

Sedangkan yang hasil tes labnya negatif, lanjut Dewa Indra, itu artinya sudah benar-benar negatif. Maka PMI bersangkutan dapat melanjutkan karantina mandiri di rumah masing-masing.

Pihaknya menekankan, hanya hasil lab negatif yang benar-benar menyatakan negatif. Kalau hanya hasil rapid test saja, belum memastikan PMI tersebut negatif COVID-19. Untuk PMI yang terkonfirmasi positif namun sehat dan tidak ada gejala umumnya disebut OTG (Orang Tanpa Gejala).

Data sampai dengan 20 April, ada 13 OTG dirawat di tempat karantina yang dikelola Pemprov Bali. “Kami isolasi disana dan diberikan nutrisi yang cukup, multivitamin dan juga diajak berolahraga supaya staminanya tetap baik. Nanti kalau diantara mereka ada keluhan, tentu akan segera kami bawa ke RS,” katanya.

Baca juga:  Soal Penghapusan Syarat Tes Antigen dan PCR untuk Perjalanan Domestik, Ini Kata Kemenhub

Dewa Indra menambahkan, SOP karantina sangat ketat. Para PMI dijaga dengan baik agar tidak keluar dari lokasi karantina. Selain itu, dijaga agar tidak berinteraksi terlalu dekat satu sama lain di tempat karantina.

Di sisi lain, masyarakat juga tidak diijinkan masuk ke tempat karantina. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk takut dan khawatir akan adanya proses karantina di daerahnya. “Saya meminta kepada masyarakat, tidak ada lagi penolakan. Apakah mengatasnamakan banjar adat, mengatasnamakan masyarakat, atau yang lainnya. Karantina adalah upaya melindungi masyarakat. 4,2 juta masyarakat Bali harus kami lindungi. Karantina adalah instrumennya,” tegasnya. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *