puasa
Penjual bahan pangan di pasar tradisional. (BP/dok)

Oleh Viraguna Bagoes Oka

Dalam kurun waktu semester I periode Januari sampai Juli 2019 dunia usaha Indonesia masih terus diwarnai dengan tantangan dan ancaman ketidakpastian atas pelambatan ekonomi global, regional dan lokal sebagai akibat ketegangan perang dagang antara China dan Amerika yang tidak kunjung mereda dan cenderung terus memanas.

Sebagai akibatnya telah terjadi pelemahan daya beli masyarakat terhadap beberapa komoditas/produksi barang secara signifikan. Selain itu, perubahan drastis tak terduga dan penuh ketidakpastian terus berlangsung di masyarakat berupa pergeseran perilaku konsumsi masyarakat di era desrupsi teknologi di mana pasar online (social media) serta mewabahnya usaha startup yang serba cepat telah mengkanibal (mematikan) pasar tradisional dan pasar grosir gaya lama.

 

Di lain pihak, pascaterpilihnya Presiden Jokowi untuk periode kedua, juga masih menyisakan panasnya suhu politik nasional (politik identitas dan hoax) yang belum mereda, sehingga berdampak langsung terhadap pelemahan perekonomian dan dunia usaha nasional termasuk Bali serta dampak kerawanan sistemiknya. Akibat lanjutannya, Bali terjebak dalam gejolak harga (administered price) serta melesunya daya beli masyarakat serta ancaman merosotnya pasar properti dan oversupply kamar–kamar hotel murah.

Sehingga likuiditas pasar keuangan/perbankan mengalami tekanan sistemik dan ancaman meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada ambang batas kritikal 5%. Kondisi ini mengharuskan sistem keuangan dan perbankan nasional harus mampu ekstra berbenah diri dalam merespons tantangan yang dihadapi melalui konsolidasi dan restrukturisasi NPL dan atau kemampuan setor modal untuk menjaga sistem keuangan perbankan bisa tetap terjaga sehat (sound).

Baca juga:  Samba, Tukang Onar

Pada semester II periode Juli sampai menjelang tutup tahun 2019 fundamental perekonomian makro ekonomi Indonesia termasuk Bali masih melemah dengan GDP bertengger di angka 5% yoy semester II 2019 dan pencapaian pertumbuhan yang melambat di angka 5,1%. Tingkat inflasi perekonomian dan dunia usaha untuk kelompok makanan, transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan telah mengalami penurunan (deflasi) yang cukup signifikan pada semester II 2019 (3,2-3,0%) dibanding dengan periode yang sama 2018 (3,4-3,2%).

Dengan terjadinya deflasi cukup signifikan ini yang ternyata tidak diikuti oleh daya beli masyarakat yang sedang melesu khususnya di Bali, yang disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain:

Pertama, masih pesatnya pergeseran perilaku atas produk usaha konvensional ke teknologi digital, dan maraknya usaha-usaha baru online (startup) yang mengakibatkan banyak usaha konvensional yang tidak siap beradaptasi dengan perubahan ini terancam tutup/gulung tikar. Kedua, perubahan mindset/perilaku generasi milenial (gen Y) dan generasi centenial (gen Z) yang terus berubah/bergerak cepat menuju pola konsumerisme berbasis gaya hidup (lifestyle) yang tidak terbendung yang lebih mengutamakan kebutuhan pokok, kenyamanan suasana, pelayanan prima (hospitality) dan fasilitas terpadu (one stop facility and leisure services).

Baca juga:  Ini, Ancaman Jika Anggota Kodim Pakai Narkoba

Ketiga, sumber dan likuiditas keuangan yang semakin canggih dan efisien dalam menjawab dan memenuhi kebutuhan investasi serba instan melalui fintech dan lembaga keuangan berbasis online yang responsif. Sementara lembaga keuangan/bank konvensional tidak adaptif terhadap perubahan yang serba cepat dan cenderung mulai ditinggalkan karena dianggap sudah obsolete.

Mencermati tantangan dan ancaman ekonomi dan dunia usaha Bali hingga akhir kuartal IV 2019 yang terlihat masih menunjukkan adanya pelemahan agregate demand dan agregate supply yang mengarah ke ancaman resesi ekonomi nasional/lokal yang terstruktur dan masif. Situasi ini ditandai dengan menurunnya daya beli dan pergeseran perilaku konsumen sebagai akibat desrupsi teknologi dan demografi yang mengakibatkan ketidakpastian semakin menonjol di pengujung tahun 2019 ini.

Meski demikian, bersamaan dengan situasi yang tidak menguntungkan ini, secara tidak terduga telah muncul peluang dan harapan baru yang cukup mengejutkan yaitu dengan terbentuknya kabinet baru yang membawa angin segar dengan tekad dan semangat barunya menuju Indonesia baru menuju Indonesia incorporated yang memperoleh dukungan positif penuh mayoritas rakyat Indonesia. Dalam kabinet berkarya yang baru ini (sebagai kelanjutan kabinet kerja periode sebelumnya) pada umumnya terdiri atas figure-figur yang memiliki rekam jejak tangguh yang teruji beprestasi nyata, memiliki komitmen kerja yang tinggi, sikap gerak cepat yang nyata, trusted serta memiliki profesionalisme yang mumpuni.

Baca juga:  Struktur Ekonomi Bali Menyeimbangkan Pertanian dan Pariwisata

Peluang dan harapan baru untuk terwujudnya perekonomian dan dunia usaha nasional (termasuk Bali) diprediksi berpotensi cukup prospektif bisa terwujud pada tahun 2020 mendatang sepanjang terpenuhi situasi/kondisi politik, ekonomi, hukum, sosial budaya, dan keamanan sbb: Pertama, terlaksananya pemberantasan korupsi secara efisien dan efektif. Dipastikannya penempatan ASN birokrat yg efisien, efektif dan jujur dan tata kelola pemerintahan dan 142 BUMN yg bersih bisa terwujud berbasis transparansi, akuntabel, bertanggung jawab, independen dan wajar.

Kedua, terwujudnya kepemimpinan nasional, regional, lokal (provinsi/kabupaten/kota) berbasis kesepakatan dalam bingkai omnibus law, sehingga mampu bekerja nyata, kompeten, tangguh, kredibel, memiliki jiwa petarung dan terpercaya. Ketiga, terwujudnya sistem pendidikan yang lebih mengutamakan pendidikan berbasis karakter, lulusan yang memiliki standar kompetensi prima dan siap berkarya produktif, dan berpredikat SDM unggul panutan (role model). Selain itu, partisipasi aktif dan kepedulian masyarakat luas untuk bisa memberi dukungan penuh atas inisiatif pemerintah ini patut diberikan apresiasi tinggi.

Keempat, Terjaminnya keberpihakan dan komitmen nasional, regional dan lokal dalam bingkai komitmen terpadu/terintegrasi dalam pengentasan kemiskinan, ketimpangan ekonomi, keadilan dan penegakan hukum yang berpihak kepada masyarakat luas sehingga bisa tercegahnya paham intoleransi yang dapat mengancam keutuhan NKRI, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.

Penulis, mantan Direktur Perbankan Bank Indonesia/Dosen Kajian Stratejik (KSI) Universitas Indonesia

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *