Ilustrasi. (BP/Istimewa)

Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa peran perempuan saat ini di berbagai negara sudah merambah ke mana-mana. Sektor-sektor yang dulunya dianggap tabu, kini tidak lagi. Di beberapa negara, terutama di Timur Tengah, kiprah perempuan pun kini semakin diperluas.

Perempuan tidak hanya diam di rumah mengurus keluarga, tetapi sudah pula punya aktivitas di luar rumah. Di Indonesia, peran kaum ini juga semakin melebar saja rambahannya. Sudah sejak lama perempuan tidak lagi dianggap sebagai pelengkap, tetapi sekarang sudah ke taraf yang menentukan. Kesetaraan gender, dengan berjuang di segala lini, posisinya semakin diperhitungkan.

Walau begitu, banyak pihak mewanti-wanti, terutama dari kaumnya sendiri, agar perempuan jangan kebablasan. Jangan sampai kemaruk peran. Jangan sampai meninggalkan jati dirinya sebagai perempuan. Sebagai wanita, sebagai seorang ibu yang mengurus keluarga, membesarkan dan mendidik anak-anak sebagai sosok yang berbudi luhur, berkepribadian mulia dan punya tingkat kecerdasan yang mumpuni.

Baca juga:  Menghidupkan Pertanian Perlu Bukti Bukan Janji

Dia mesti mempersiapkan kader kehidupan yang lebih baik di masa depan. Yang jelas, kekuatan kaum ini sudah sangat diperhitungkan. Namun, apakah semua persoalan di seputar perempuan sudah tertangani semua? Belum. Sekali lagi belum.

Sejarah sudah mencatat bahwa republik ini pernah punya presiden perempuan, banyak menteri perempuan, politisi, bankir, bos perusahaan, rektor serta jabatan bergengsi lainnya. Hampir di semua lini. Namun, nasib perempuan tidak selamanya berbanding lurus dengan kemajuan yang dicapai elitenya. Masih banyak yang berkubang dengan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan tidak semuanya mampu mensejajarkan diri dengan kaum laki-kaki.

Baca juga:  Transformasi Jabatan Struktural ke Fungsional, Langkah Tepat Menjadikan Pemerintahan Profesional

Di banyak daerah, mereka masih bergulat dengan keterbatasan, berjuang demi kesetaraan dan sebagainya. Banyak yang berhasil, banyak pula yang sebaliknya. Tidak semuanya indah ketika kita melihatnya cuma dalam frame TV atau film atau berita di koran dan media sosial. Tidak semuanya bisa dengan senyum lebar terus berpose dengan gonta-ganti status di media sosial. Tidak semuanya bisa tertawa ceria ketika bertemu rekan sejawat di sebuah kedai kopi, bertemu dan bergembira saat reuni, melepas anak dengan senyum bangga karena diwisuda dan sebagainya.

Baca juga:  Kebiasaan Refleksi dan Kemandirian Profesional Guru

Masih banyak yang mesti melewatkan pagi berganti pagi demi sesuap nasi. Masih banyak pula yang berlinang air mata karena kekerasan domestik. Masih banyak pula yang menderita karena tidak cukup literasi untuk mengenal kesehatan diri mereka sendiri.

Jadi, masih banyak warna di negeri ini tentang perempuan. Masih banyak yang perlu diperjuangkan. Tidak hanya oleh kaumnya sendiri, tetapi juga bersama laki-laki.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *