Ilustrasi perawatan Spa. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bisnis spa di Bali nampaknya makin menjamur. Buktinya, dari data statistik impor Provinsi Bali beberapa tahun belakangan, minyak atsiri, kosmetik dan wangi-wangian yang merupakan bahan dasar dari produk-produk Spa kini menduduki posisi kedua tertinggi.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho, nilainya pada Desember 2018 mencapai USD 1,9 juta atau 11,44% dari total impor Provinsi Bali. Ia mengatakan, komoditas yang diimpor Bali pada posisi pertama adalah produk mesin dan perlengkapan mekanik. Sedangkan pada posisi ketiga adalah produk barang dari kulit.

Barang-barang yang diimpor Bali berasal dari Amerika Serikat, Hongkong, Tiongkok, Italia, dan lainnya. Namun Bali lebih banyak mengimpor dari Tiongkok sebesar 35,42 persen dari total impor Bali. Sementara dari Hongkong sebanyak 25,66 persen dan AS mencapai 11,48 persen.

Baca juga:  Tanpa Impor, Cadangan Beras Bulog Masih Aman

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali I Putu Astawa mengatakan, minyak atsiri digunakan untuk bahan baku produk spa. Impor ini menandakan usaha spa berkembang di Bali.

Produk spa diminati oleh pasar Afrika. Bahkan ada beberapa produsen Bali telah bekerjasama dengan eksportir dari Jakarta untuk dikirim ke Singapura dan Afrika. “Sudah banyak pelaku usaha kita yang sudah mengirim ke luar,” ujarnya Kamis (24/1).

Di Bali ada 37 pelaku usaha di industri spa. Mereka tersebar di Denpasar, Badung dan Gianyar. “Kebanyakan di Denpasar. Mereka pasti menggunakan minyak atsiri,” ungkapnya.

Minyak atsiri pun sudah ada yang dihasilkan di Bali, hanya saja belum memenuhi kebutuhan industri di Bali. Kata Astawa, industri spa ini juga potensial untuk dikembangkan.

Baca juga:  Kemiskinan Ekstrem di Bali "Aneh bin Soleh"

Meski Denpasar sebagai daerah pemasar, namun di Denpasar juga berpotensi sebagai daerah produsen dengan dikembangkannya industri spa. Brand produk spa asal Bali misalnya Bali Alus, Bali Tangi, Bali Ayu dan Sari Ratih. Selain itu Denpasar juga memiliki potensi industri fashion dari alas kaki sampai pakaian. “Namun secara keseluruhan di Bali ini industri yang berkembang banyak adalah kuliner makanan minuman dan fashion,” ungkapnya.

Perkembangan IKM (industri kecil menengah) di Bali terus mengalami peningkatan dari sisi jumlah. Tahun 2013 jumlah IKM di Bali 11.905 unit usaha, sedangkan tahun 2018 sudah mencapai 15.200. Nilai produksinya rata-rata telah mencapai Rp 7,9 miliar hingga Rp 9,4 miliar.

Baca juga:  Masih Langka, Minyak Curah Hanya Dijatah untuk IRT dan UMKM

Di bali ada beberapa potensi industri yang masih berkembang dan berpotensi berkembang lebih besar lagi. Yaitu, kerajian kayu. Pusat kerajinan kayu adalah di daerah Gianyar. Di daerah Gianyar hampir keseluruhan kesenian itu ada, mulai dari Tohpati sampai perbatasan Kintamani tersebar toko-toko kerajinan.

Ke depan pihaknya akan mengembangkan industri makanan dan minuman. Terutama dari olahan buah-buahan yang over produksi pada saat panen raya, seperti jeruk, salak, manggis. “Memang dari sekarang kita sudah mulai melakukan pendataan potensi-potensi. Selanjutnya siapa yang akan menggarap itu. Mungkin kita akan mendorong kerjasama dengan Perusda, lebih banyak juga dengan Dinas Pertanian,” ungkapnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *