Potensi Tambak Udang
Pengusaha tambak melakukan panen udang belum lama ini. (BP/olo)
NEGARA, BALIPOST.com – Potensi tambak udang di Jembrana cukup besar. Hanya saja ada sejumlah persoalan yang membuat petani enggan mengembangkan potensi ini.

Menurut salah satu pengelola tambak udang tradisional di Jembrana, Nur Hariri, sejumlah tambak udang tradisional sangat bergantung dengan pasokan listrik. Dengan modal yang terbatas, jarang ada yang memiliki genset (generator) untuk cadangan menggerakan kincir di tambak. Saat terjadi mati listrik hingga satu jam lebih, lanjutnya, hasil udang akan terdampak.

Bahkan diakui Nur Hariri, sejumlah tambak tradisional belum lama ini terpaksa panen awal. Selain untuk mengurangi udang juga dampak mati listrik. “Ya memang sempat mati listrik, tapi kebetulan juga waktunya Panen Parsial,” ujar Nur Hariri.

Baca juga:  Akan Berakhir, Paceklik Ikan Nelayan Selerek di Jembrana
Panen Parsial dilakukan di lima kolam menghasilkan sekitar 4,4 ton udang. Hasil itu menurutnya cukup lumayan mengingat udang yang dipanen size 57 dengan harga jual Rp 86 ribu per kilogram.

Heru, pengelola tambak lainnya mengungkapkan bagi para pembudidaya udang tradisional, panen parsial ini memiliki sejumlah kelebihan. Selain lebih cepat menghasilkan untuk pembiayaan saprokan (sarana produksi perikanan) yang diperlukan, juga menjaga kualitas kolam. “Lingkungan tambak akan terjaga kualitas airnya dan ramah lingkungan,” tandas Heru.

Namun diakuinya keberadaan listrik sangat berpengaruh untuk menjaga kondisi kolam dan udang berkembang. Udang-udang hasil tambak ini bukan saja untuk pasar Bali, melainkan juga diluar Bali seperti Banyuwangi.

Selain di Melaya, tambak-tambak udang juga berkembang di Penyaringan, Pangyangan, Tuwed, Lelateng dan Pengambengan. Ketua HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) Jembrana, I Made Widanayasa, Minggu (9/4) mengungkapkan selain hasil tangkap dan budidaya ikan, Jembrana memiliki potensi tambak udang yang sangat besar.

Potensi tambak udang seluas 1128 Hektar. Namun, yang saat ini masih aktif hanya sekitar 30 persen. “Kita memiliki potensi besar, tapi memang petani tambak terkendala modal. Selain biaya pakan juga kebutuhan listrik,” tandas pria asal Perancak ini. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *