Jemaat Imanuel Piling tengah melakukan persiapan membuat dekorasi untuk Natal 2025. (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Suasana kebersamaan dan pelestarian budaya lokal mewarnai persiapan peringatan Hari Raya Natal di Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Jemaat Imanuel Piling, Banjar Piling Tengah, Kecamatan Penebel. Jelang peringatan Natal pada Kamis (25/12), jemaat melaksanakan berbagai rangkaian kegiatan berbasis adat Bali, mulai dari ngayah, ngejot hingga mapatung, yang telah diwariskan lintas generasi.

Kegiatan mapatung dan ngejot yang dilakukan Jemaat Imanuel Piling dilakukan mulai tanggal 20 hingga 23 Desember. Dimana setelah itu barulah mereka melakukan aktivitas persiapan Natal yang dilakukan secara gotong royong bersih-bersih lingkungan gereja. Bahkan di depan gereja juga dipasang penjor sebagai simbol budaya Bali.

Terkait dengan tradisi Ngejot, tentu bagi warga adalah salah satu kegiatan yang cukup menarik, di mana jemaat berbagi kuliner khas Bali seperti lawar kepada keluarga besar, termasuk pada kerabat yang berbeda agama.

Baca juga:  Inpres No. 6 2018, Tenaga Baru Perangi Narkoba

Kegiatan budaya Bali ini tetap dilakukan sebagai makna bentuk berbagi sukacita Natal sekaligus menjaga harmoni sosial antarumat beragama, dan sudah dilakukan secara mandiri oleh jemaat dan telah berlangsung turun-temurun hingga generasi keempat. Saat ini, Jemaat Imanuel Piling berjumlah 55 kepala keluarga atau sekitar 150 jiwa.

Ketua Panitia Pembangunan Gereja sekaligus istri majelis, I Wayan Suka Artha (49), mengatakan seluruh rangkaian persiapan tetap menonjolkan adat dan budaya Bali.

“Mulai dari ngelawar di masing-masing keluarga, ngejot ke keluarga besar lintas agama, hingga penggunaan busana adat Bali saat perayaan Natal. Ini sudah menjadi cara kami untuk tetap melestarikan budaya Bali,” ujarnya.

Ia juga mengisahkan sejarah masuknya ajaran Kristen Protestan di Piling yang bermula pada tahun 1936. Saat itu, hanya terdapat empat kepala keluarga yang memeluk Kristen Protestan, berawal dari Kumpi nya bernama Kiang Amik, yang bertemu warga asal desa Bongan yang sedang meburuh ‘nyangkul’ ke Piling, tengah membaca alkitab, karena penasaran tentang apa yang dibacanya itu, orang tersebut tidak bisa menjawab dan disuruh ke Bongan menanyakan. Dan setelah enam bulanan baru tahu itu ajaran Kristen. Hingga akhirnya Kristen Protestan di Piling tahun 1936 mulai masuk kepercayaan dan baru ditetapkan mulai tahun 1938.

Baca juga:  Penghentian PPKM Lihat Dampak Nataru

“Saat itu hanya terdapat empat kepala keluarga yang memeluk Kristen Protestan, terus berkembang sampai saat ini ada jumlah jemaat 55 KK atau sekitar 150 jiwa,” jelasnya, Selasa (23/12).

Terkait dengan puncak rangkaian Natal akan diawali dengan ibadah Malam Kudus pada Rabu (23/12) pukul 18.00 Wita. Pendeta GKPB Jemaat Imanuel Piling, Putu Michael Uryana, menjelaskan bahwa ibadah Malam Kudus disajikan sesuai liturgi gereja, namun tetap diberi sentuhan seni budaya Bali.

Baca juga:  Pura Rambut Siwi, Cagar Budaya di Tebing Yehembang

“Dalam Malam Kudus, jemaat disuguhkan persembahan pujian seperti koor lagu rohani dan tarian malaikat. Tarian ini selalu ditampilkan sebelum ibadah dimulai, tidak hanya saat Natal, tetapi juga pada perayaan besar lainnya seperti Paskah,” jelasnya.

Selain itu meski menganut kepercayaan berbeda namun para jemaat yang notabene memang warga asli Bali ini selalu mengedepankan nuansa adat Bali dalam setiap kegiatan perayaan.

Contohnya saja, di setiap perayaan Natal, para jemaat mengenakan pakaian adat Bali sebagai wujud inkulturasi iman dan budaya. Tradisi ini menjadi bukti bahwa keberagaman keyakinan dapat berjalan selaras dengan kearifan lokal, serta memperkuat toleransi yang telah terjalin lama di tengah masyarakat Penebel.(Puspawati/balipost)

 

BAGIKAN