
DENPASAR, BALIPOST.com – Tim Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali memanggil seluruh pengelola akomodasi pariwisata di Jatiluwih, Tabanan yang ditemukan melanggar pada saat sidak Tim Pansus TRAP pada 2 Desember 2025 lalu.
Ketigabelas pemilik usaha tersebut dipanggil untuk dilakukan pendalaman dan penyamaan persepsi berkenaan dengan kepatuhan terhadap ketentuan tata ruang dan prinsip pelestarian kawasan Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia dalam rapat dengar pendapat (RDP), di Kantor DPRD Bali, Jumat (19/12).
RDP dipimpin langsung Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha, Wakil Sekretaris Pansus Dr. Somvir, serta anggota Pansus lainnya, yakni Nyoman Budiutama, Ketut Rochineng, I Wayan Wirya dan Wayan Bawa. Hadir pula Wakil Bupati Tabanan I Made Dirga dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tabanan, I Gede Susila.
Usaha akomodasi pariwisata yang dipanggil tersebut, di antaranya Warung Metig Sari, Warung Anataloka, Warung Krisna D’Uma Jatiluwih, dan Warung Nyoman Tengox. Ada juga Agrowisata Anggur, Cata Vaca Jatiluwih, Warung Wayan, Green e-bikes Jatiluwih, Warung Manik Luwih, Gong Jatiluwih, Villa Yeh Baat, Warung Manalagi, dan The Rustic yang sekarang bernama Sunari Bali.
Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha mengungkapkan bahwa 13 akomodasi yang dipanggil ini terbukti melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang RTRW Kabupaten Tabanan di Kawasan Warisan Budaya Dunia Jatiluwih. Di samping juga melanggar alih fungsi lahan sawah dilindungi (LSD), pembangunan di area lanskap budaya UNESCO, dan merusak integritas visual kawasan.
Bentuk pelanggaran ini, menurut Supartha berpotensi mengancam dicabutnya status Jatiluwih sebagai Warisan Budaya Dunia. Menurunkan nilai keaslian kawasan, merugikan masyarakat petani, dan potensi sanksi hilangnya bantuan internasional dari UNESCO.
“Perlindungan kawasan Warisan Budaya Dunia bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral kita kepada generasi mendatang dan komunitas internasional,” ujar Supartha dalam RDP tersebut.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali ini menegaskan bahwa pengawasan oleh Tim Pansus TRAP bukan untuk menolak investasi maupun pembangunan, melainkan memastikan tata ruang tetap sesuai koridor pelestarian budaya sekaligus membawa manfaat bagi masyarakat. Apalagi, Jatiluwih sejak 2012 telah ditetapkan sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO.
Menurut Politisi asal Tabanan ini, perjuangan mendapatkan pengakuan UNESCO sangat panjang. Jika pembangunan tak terkendali, status tersebut bisa dicabut. “Mari jaga bersama, jangan malah sumber daya tarik ini rusak, nanti dicabut status Warisan Budaya Dunianya oleh UNESCO. Kita rugi semua,” tegasnya.
Sejalan dengan penertiban, dihadapan semua pemilik akomodasi pariwisata Jatiluwuh, Supartha mengatakan bahwa Pansus TRAP DPRD Bali tengah menyusun konsep solusi yang mampu mengharmonikan pelestarian sawah dengan kesejahteraan masyarakat. Salah satu ide yang tengah dikaji adalah penataan rumah penduduk menjadi homestay berstandar internasional, serta pengembangan restoran kuliner lokal yang higienis.
Wisata berbasis aktivitas pertanian seperti panen padi, membajak sawah, hingga menangkap belut juga akan diperkuat sebagai daya tarik utama.
Selain itu, Supartha mengingatkan bahwa masih ada ruang terbatas untuk pembangunan di area Warisan Budaya Dunia sesuai aturan.
Ia menyebut ada area yang bisa dibangun, yaitu 3 kali 6 meter. Bangunan kecil ini dapat dijadikan kios usaha oleh pemilik lahan untuk menjual produk lokal seperti kopi atau jajanan Bali tanpa merusak sawah. “Kami ingin Jatiluwih tetap menjadi ikon dunia. Sawahnya lestari, budayanya hidup, rakyatnya sejahtera,” ujar Supartha.
Pansus juga menekankan dukungan penuh bagi petani sebagai penjaga utama subak. Bantuan sarana produksi pertanian, jaminan pemasaran panen, keringanan pajak, hingga asuransi pertanian digodok agar produksi tetap terjaga sesuai konsep Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan LP2B.
Bahkan, Supartha mengatakan bahwa bisa saja para pemilik lahan nanti disentuh program pemerintah, seperti beasiswa pendidikan satu keluarga satu sarjana yang menjadi program Gubernur Bali. (Ketut Winata/balipost)










