Sejumlah wisatawan domestik (wisdom) menikmati suasana Pantai Legian, Badung, Rabu (17/12). (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah upaya menjaga pemulihan ekonomi, bencana banjir kembali melanda sejumlah wilayah di Bali. Bencana banjir ini menghadirkan risiko baru yang tidak bisa dianggap remeh.

Sebab, Bali hidup dari pariwisata, pertanian, dan ekonomi rakyat. Ketika banjir datang, ketiganya terguncang sekaligus yang berdampak terhadap perekonomian masyarakat Bali.

Pengamat Ekonomi yang juga Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Warmadewa (FEB Unwar), Dr. Ida Bagus Agung Dharmanegara, SE., M.Si., mengatakan banjir yang kembali melanda sejumlah wilayah Bali bukan peristiwa biasa. Namun merupakan alarm keras bagi ketahanan ekonomi daerah dan arah pembangunan Bali yang selama ini dijalankan.

Ini menunjukkan bahwa persoalan lingkungan tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu berkaitan dengan persoalan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pariwisata Bali kerap disebut kuat dan cepat pulih. Namun, banjir membuktikan sebaliknya. Akses terganggu, infrastruktur rusak, dan persepsi destinasi yang tidak aman segera berdampak pada kunjungan wisatawan. Hotel sepi, restoran kehilangan tamu, dan jasa pariwisata melambat.

“Yang paling terdampak justru pelaku kecil  pekerja harian, pedagang kaki lima, pemandu wisata lokal. Mereka tidak memiliki bantalan ekonomi yang cukup kuat untuk menghadapi guncangan berulang. Jika kondisi ini dibiarkan, ketahanan sosial Bali akan terkikis dari bawah,” ujar Agung Dharmanegara, Rabu (17/12).

Baca juga:  Berkeliaran Malam Hari, Komplotan Begal Bawa Sajam Beraksi

Selain itu, dikatakan bahwa banjir juga memukul UMKM dan pasar tradisional. Kerusakan tempat usaha, hilangnya barang dagangan, serta terganggunya distribusi membuat aktivitas ekonomi rakyat tersendat.

Perputaran uang melambat, konsumsi menurun, dan pemulihan ekonomi terancam tidak merata. Padahal, UMKM adalah tulang punggung ekonomi Bali. Ketika sektor ini melemah, fondasi ekonomi daerah ikut goyah.

Begitu juga dengan sektor pertanian kembali menjadi pihak yang paling rentan. Lahan rusak, irigasi subak terganggu, dan risiko gagal panen meningkat. Dampaknya tidak berhenti di sawah, tetapi merembet ke pasar. Jika pasokan terganggu, harga bahan pokok akan naik.

Pada titik ini, banjir berubah menjadi ancaman langsung bagi daya beli masyarakat. Kelompok berpenghasilan rendah akan menjadi pihak pertama yang merasakan tekanannya.

Untuk itu, pihaknya menyarankan agar pemerintah tidak boleh lamban. Langkah pertama adalah menjamin ketersediaan dan distribusi bahan pokok. Operasi pasar, pengawasan harga, dan pencegahan penimbunan harus dilakukan secara tegas.

Baca juga:  Tiongkok Dilarang, Bali Diminta Fokus Garap Ini

UMKM terdampak perlu dibantu, bukan sekadar didata. Bantuan modal, keringanan pajak, dan kemudahan pembiayaan harus segera direalisasikan. Infrastruktur publik yang rusak wajib dipulihkan cepat. Terutama jalan, pasar, dan akses menuju kawasan wisata. Komunikasi publik juga penting. “Bali harus diyakinkan, dan meyakinkan dunia, bahwa daerah ini aman dan siap bangkit,” sarannya.

Lebih dari itu, menurutnya banjir Bali adalah cermin dari pembangunan yang belum sepenuhnya berpihak pada keseimbangan alam. Alih fungsi lahan, berkurangnya kawasan resapan air, dan lemahnya pengelolaan daerah aliran sungai tidak bisa terus ditoleransi.

Pembangunan yang mengabaikan lingkungan hanya akan melahirkan pertumbuhan semu. Cepat, tetapi rapuh. Bali memiliki kearifan lokal yang menempatkan harmoni alam sebagai dasar kehidupan. Nilai ini seharusnya tidak hanya menjadi slogan, tetapi pedoman nyata dalam kebijakan.

Untuk itu, ke depan Bali harus memperkuat ketahanan ekonominya. Diversifikasi ekonomi menjadi keharusan, bukan pilihan. Pertanian lokal, ekonomi kreatif, dan UMKM berbasis budaya harus diperkuat agar Bali tidak selalu terpukul setiap kali pariwisata terganggu.

“Banjir telah memberi pesan jelas ketahanan ekonomi Bali tidak akan pernah kuat tanpa ketahanan lingkungan. Jika pemerintah berani bertindak tegas dan berpandangan jauh ke depan, Bali tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga membangun masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan,” tegasnya.

Baca juga:  Wisman Sepi, Warga Nusa Penida Alih Profesi

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, I Wayan Sumarajaya berharap dampak bencana banjir yang terjadi tidak berpengaruh signifikan terhadap kunjungan wisatawan ke Bali. Bahkan, pihaknya berharap ada peningkatan kunjungan menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Sehingga, bisa mencapai 7 juta kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).

Menurutnya, libur akhir tahun selalu menjadi momentum meningkatnya pergerakan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Apalagi, capaian tahun berjalan kunjungan wisatawan menunjukkan tren positif. Hingga akhir November, target kunjungan wisatawan tahunan disebut telah tercapai.

“Target keseluruhan kan sudah disampaikan, tahun lalu kita satu tahun itu 6,3 juta (wisatawan) sudah tercapai. Untuk tahun ini, di akhir November juga sudah tercapai,” ujarnya, Rabu (17/12).

Berdasarkan data, sebanyak 5.892.722 wisatawan wisman mengunjungi Bali selama Januari hingga Oktober 2025. Jumlah ini meningkat 10,99% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN