
JAKARTA, BALIPOST.com – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) berencana memiliki sedikitnya 30 persen saham di setiap proyek Waste to Energy (WTE) atau Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL). Rencananya pengembangkan proyek ini akan dilakukan dengan skema kemitraan dengan berbagai pihak.
Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara Indonesia Pandu Sjahrir, dikutip dari Kantor Berita Antara, mengatakan bahwa porsi kepemilikan saham di setiap proyek WTE kemungkinan tidak seragam.
Komposisinya akan bergantung pada hasil negosiasi dengan mitra serta karakteristik ekonomi masing-masing proyek.
“Kita open, misalnya nanti technical partner yang punya saham lebih. Kita bilangnya, kalau bisa kita setidaknya 30 persen (porsi kepemilikan). Tapi kita happy to take 51 persen atau lebih,” kata Pandu di Jakarta, Senin (3/11).
Porsi minimal 30 persen itu mencerminkan peran Danantara sebagai investor strategis, namun tetap memberi ruang bagi sektor swasta untuk berpartisipasi aktif. Menurut Pandu, fleksibilitas dalam struktur kepemilikan saham tersebut penting agar partisipasi swasta dapat meningkat.
“Kami ingin crowding in private sector. Ini penting. Untuk proyek tertentu, kita bisa mayoritas. Untuk proyek lainnya (PSEL di kota tertentu), bisa saja yang mayoritas private sector. Tidak apa-apa. Kami ingin private sector ikut bantu masuk ke sini,” katanya.
Dari sisi pembiayaan, Pandu menyebut bahwa sebagian besar proyek WTE akan menggunakan skema project financing dengan struktur pendanaan sekitar 70 persen utang (debt) dan 30 persen ekuitas.
“Banyak sekali dari luar negeri (bank asing), banyak juga bank-bank dalam negeri, di luar Himbara, yang sangat tertarik. Kita akan mencari mana yang terbaik untuk setiap proyek yang ada,” katanya.
Adapun sebagian dana ekuitas akan bersumber dari penerbitan Patriot Bond, instrumen investasi yang disiapkan Danantara untuk mendukung proyek strategis nasional termasuk WTE.
“Kita akan menggunakan dana dari Patriot Bond, sebagiannya buat ini (proyek WTE),” ujar Pandu.
Menurut dia, tingginya minat perbankan dan investor terhadap proyek itu menunjukkan adanya potensi besar dalam pembentukan modal (capital formation). Keterlibatan berbagai pihak, mulai dari perbankan nasional hingga asing, dinilai menjadi bukti bahwa proyek-proyek WTE memiliki daya tarik komersial sekaligus manfaat ekonomi yang kuat.
Proyek-proyek WTE juga diharapkan mampu menghasilkan tingkat pengembalian (internal rate of return/IRR) pada kisaran high single digit dalam denominasi dolar AS, kata Pandu.
Setiap investasi yang dilakukan Danantara harus memenuhi dua mandat utama, yakni menghasilkan imbal hasil komersial yang layak serta memberikan dampak sosial dan lingkungan yang signifikan, katanya, menegaskan.
Ia juga menyoroti pentingnya efisiensi waktu dan biaya dalam pembangunan proyek PSEL. Penyelesaian proyek tepat waktu dan sesuai anggaran dianggap menjadi faktor utama untuk menjaga tingkat pengembalian investasi tetap optimal.
Struktur kemitraan dengan sektor swasta diharapkan mendorong disiplin tersebut, karena para mitra memiliki kepentingan langsung untuk menjaga biaya dalam batas wajar dan mempercepat penyelesaian proyek.
Pada kesempatan yang sama, Managing Director Investment Danantara Indonesia Stefanus Ade memperkirakan proyek WTE selama tahap konstruksi berpotensi menyerap tenaga kerja antara 2.000-3.000 orang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tenaga kerja langsung mencakup staf yang berada di lokasi pembangunan, sementara yang tidak langsung melibatkan pihak-pihak yang menyediakan material, logistik, dan layanan pendukung lainnya.
Adapun satu PSEL memiliki kapasitas pengolahan sampah 1.000 ton dan investasi antara Rp2,5 triliun sampai dengan Rp3,2 triliun.
“Ketika itu (PSEL) sudah berjalan, tentu saja akan turun (jumlah tenaga kerja). Tapi tetap ratusan orang, baik langsung-tidak langsung, akan terlibat dalam pelaksanaan ini sampai 30 tahun ke depan,” kata Stefanus.










