Athanasia Gusanto. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Tak pernah terlintas dalam benak Athanasia Gusanto, gadis asal Buleleng, Bali, dirinya bisa diterima di universitas top dunia.

Lahir sebagai seorang anak pedagang yang memiliki warung di Kota Singaraja, ia menjadi satu-satunya mahasiswa asal Indonesia yang diterima di Universitas Edinburgh, Skotlandia.

Atha demikian dia akrab disapa, terdaftar sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) karena keterbatasan ekonomi orangtuanya.

Perempuan yang lahir pada Juni 2003 ini tak patah semangat. Di tengah keterbatasan itu, ia menempuh pendidikan S1 jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) dan lulus hanya dalam waktu 3,5 tahun dengan predikat cumlaude.

“Target saya memang setelah S1 harus lanjut S2. Entah di dalam atau luar negeri, yang penting saya terus maju,” kata Atha saat dihubungi, Senin (8/9) pagi.

Baca juga:  Warga Pancasari Resah, Puluhan Piton Masuk Ladang dan Warung

Setelah lulus, Atha memberanikan diri mendaftar ke lima universitas terkemuka di Inggris. Seluruh universitas itu ternyata menerima dirinya. Namun, ia akhirnya memutuskan melanjutkan ke Universitas Edinburgh, yang menurut QS World University Rankings 2025, menempati peringkat 10 besar dunia dan Top 3 di Inggris.

Namun kejutan tak berhenti di situ. Bahkan sebelum pengumuman kelulusan resmi keluar, ia sudah mendapat tawaran beasiswa penuh dari rektor universitas tersebut.

Beasiswa ini menanggung seluruh kebutuhan kuliah, mulai dari biaya pendidikan, akomodasi, biaya hidup, hingga dukungan untuk penelitian. “Saya sampai bingung, kok malah beasiswanya yang datang duluan, bukan pengumuman diterima kuliahnya,” ujarnya.

Selama di Undiksha, Atha bukan sekadar mahasiswa berprestasi akademik. Ia juga dikenal aktif dalam berbagai kompetisi debat Bahasa Indonesia dan Inggris, menjadi langganan juara di ajang Dies Natalis kampus, delegasi National University Debating Championship (NUDC), hingga melatih debat di berbagai sekolah ternama di Bali.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 di Denpasar Meningkat, Klaster Ini Mulai Mendominasi

Tak hanya itu, ia juga aktif di dunia kontes kecantikan kampus dan pernah menyandang gelar Regem Regina serta Putri Undiksha. Semua ini ia lakukan sambil membiayai hidup sendiri, membantu ibu dan adiknya, dengan menjadi guru les privat dan penerjemah lepas.

Namun, di tengah euforia keberhasilan itu, Atha harus menghadapi kehilangan besar. Sang ayah meninggal dunia tak lama setelah kabar penerimaannya keluar. Sosok yang selama ini menjadi motivator dalam hidupnya itu tak sempat melihat putrinya menembus universitas elite dunia.

“Kepergian ayah justru jadi motivasi saya untuk melangkah lebih jauh dan mengangkat derajat keluarga. Karena saya tahu, beliau pasti bangga meski berada di dunia berbeda,” imbuh Atha.

Baca juga:  Tiga Pekan ke Depan, Pemeliharaan Jalan Tol Bali Mandara akan Dilakukan Bertahap

Kini, Atha tengah bersiap memulai studi  S2 jurusan Master of TESOL (Teaching English to Speakers of Other Languages) di University of Edinburgh. Di sana, ia berencana tetap mengajar daring dan mengambil pekerjaan paruh waktu untuk menambah pengalaman.

Mimpinya tidak berhenti setelah gelar Master. Atha ingin kembali ke kampung halamannya di Buleleng dan mendirikan sekolah atau pusat belajar gratis untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu, seperti dirinya dulu. “Kalau saya bisa, anak-anak lain juga pasti bisa. Saya cuma ingin jadi bukti nyata bahwa pendidikan itu bisa mengubah segalanya,” harap Atha. (Nyoman Yudha/balipost)

BAGIKAN