Masyarakat sipil yang tergabung dalam Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah memegang poster usai menyerahkan dokumen 17+8 tuntutan rakyat kepada perwakilan DPR di Gerbang Pancasila, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Dokumen yang diserahkan berisi penyampaian 17 tuntutan jangka pendek dan delapan tuntutan jangka panjang kepada pemerintah, salah satunya pembentukan tim investigasi independen kasus meninggalnya Affan Kurniawan. (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tuntutan rakyat yang digaungkan dalam Gerakan 17+8 telah mendapatkan respons awal dari pemerintah dan DPR.

Hari ini, Jumat (5/9) adalah deadline dari 17 tuntutan rakyat itu. Sejauh ini ada beberapa tuntutan yang sudah dijawab pemerintah, namun banyak pihak menilai langkah pemerintah hanya bersifat normatif tak menyentuh substansi tuntutan rakyat.

Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Andre Rosiade, dikutip dari Kantor Berita Antara, menjelaskan sejatinya DPR telah menerima audiensi dengan perwakilan badan eksekutif mahasiswa dan organisasi lainnya pada Rabu (3/9). Menurut dia, DPR sedang berkoordinasi dengan internal maupun berbagai instansi untuk membahas tuntutan rakyat.

Dia menyebut beberapa dari poin tuntutan rakyat 17+8 telah dipenuhi parlemen, salah satunya penangguhan perjalanan kerja ke luar negeri bagi anggota DPR. Selain itu, tim investigasi untuk mengusut dugaan kekerasan aparat saat penanganan aksi demonstrasi dalam sepekan terakhir juga telah dibentuk.

“Bahwa pimpinan akan berkomunikasi dengan pihak kepolisian. Bahwa untuk demonstran yang melakukan aksi secara damai dan juga tujuannya penyampaian aspirasi akan dibantu. Itu kan sudah disampaikan oleh pimpinan DPR, kita tunggu lah, kan masih berproses, ya,” ucapnya.

Di samping itu, Andre menekankan DPR akan bertransformasi, sebagaimana aspirasi masyarakat. “Yang pasti, kesepakatannya kita lagi terus melakukan transformasi perbaikan DPR agar betul-betul bisa bekerja melayani masyarakat. Jadi tunggu saja nanti akan diumumkan hasil transformasinya bagaimana,” jelas Andre.

Atas tuntutan yang disampaikan tersebut, pemerintah dalam hal ini Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa tuntutan rakyat tidak akan diabaikan. Ia juga menjanjikan penegakan hukum yang adil, termasuk terhadap apparat yang diduga melanggar, dengan tetap menjungjung asas praduga tak bersalah.

Baca juga:  Bupati Kepulauan Meranti Ditahan

Demikian juga dari DPR, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, berjanji akan segera mengumpulkan pimpinan fraksi untuk membahas isi tuntutan tersebut. DPR juga menerima secara formal dokumen tuntutan dari para aktivitas.

Meski begitu, sejumlah pihak menilai respons tersebut masih jauh dari harapan. Dari 17 tuntutan jangka pendek yang diajukan, belum ada langkah konkret seperti pembentukan tim investigasi independen, pembekuan kenaikan tunjangan DPR, pembebasan demonstran, maupun evaluasi keterlibatan aparat di lapangan.

Sejumlah pengamat juga menilai respon yang diberikan pemerintah dan DPR masih berada di level normatif, masih sekedar janji, rapat, dan pernyataan pers. Rakyat masih menunggu bukti nyata berupa keputusan politik atau kebijakan hukum.

Apabila tuntutan 17+8 dipenuhi, secara otomatis hal ini akan menjadi momentum baru yang bisa menjadi pintu reformasi baru setelah reformasi 1998. Namun jika terabaikan, maka Gerakan 17+8 ini akan berpotensi menjadi gelombang krisis legitimasi terhadap Lembaga politik dan pemerintahan.

Kini, publik menunggu bukti nyata bahwa pemerintah dan DPR benar-benar serius menindaklanjuti aspirasi tersebut. Deadline sudah tiba, dan rakyat menanti apakah janji akan berubah menjadi aksi, atau sekadar berhenti pada retorika politik

Keresahan Publik

Gerakan 17+8 tuntutan rakyat muncul dari keresahan publik, mahasiswa dan komunitas sipil yang menuntut langkah konkret pemerintah dan DPR.

vokalis grup musik Reality Club, Fathia Izzati, selaku perwakilan kelompok yang menyerahkan dokumen tuntutan rakyat 17+8, mengatakan tuntutan tersebut harus dipandang bukan hanya sebagai pekerjaan administratif, melainkan juga sebagai panggilan untuk mengembalikan martabat dan keadilan bagi rakyat.

Menurut dia, tuntutan tersebut merupakan peringatan awal tentang hal yang harus dilakukan pemangku kepentingan. Adapun dokumen tersebut terdiri atas tuntutan jangka pendek (tenggat waktu 5 September) dan tuntutan jangka panjang (tenggat waktu 31 Agustus 2026).

Baca juga:  Ditanya Calon Pjs Bupati Badung dan Karangasem, Ini Kata Pemprov

“Kalau sudah lewat jangka waktunya, rakyat bisa menilai sendiri dan menentukan langkah selanjutnya. Karena ini semua aspirasi rakyat, kami kembalikan juga ke rakyat untuk menilai,” ucap Fathia.

Sementara itu, Pendiri Think Policy Indonesia Andhyta Firselly Utami mengatakan 17+8 merupakan kumpulan tuntutan rakyat yang berasal dari keresahan masyarakat. Daftar tuntutan itu disusun agar bisa mengukur respons pemangku kepentingan secara transparan dan akuntabel.

Dia menjelaskan tuntutan rakyat 17+8 dirangkum dari berbagai sumber, di antaranya desakan ratusan organisasi masyarakat sipil, rembukan jutaan netizen, pernyataan sikap lembaga studi hukum, hingga petisi daring.

“Namun, kami melihat dokumen ini adalah dokumen hidup yang menjadi simbol bahwa rakyat memiliki aspirasi yang harus didengar oleh pemerintah dan tuntutan ini akan selalu bisa berkembang untuk ikut menangkap berbagai aspirasi lainnya,” ucap Afu, sapaan akrabnya.

Rangkuman berbagai sumber, Jumat (5/9), Tuntutan Rakyat 17+8 terdiri dari 17 tuntutan jangka pendek, yang deadline 5 September 2025, dan 8 tuntutan jangka Panjang, deadline 31 Agustus 2026.

17 Tuntutan Rakyat, dalam 1 minggu diantaranya;

1. Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.

2. Bentuk Tim Investigasi Independen untuk kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, dan korban kekerasan aparat lainnya selama demonstrasi 28–30 Agustus, dengan mandat yang jelas dan transparan.

2. Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiun seumur hidup).

3. Publikasikan transparansi anggaran DPR, termasuk gaji, tunjangan, fasilitas, dan lainnya.

4. Dorong Badan Kehormatan DPR untuk memeriksa anggota bermasalah dan melibatkan KPK jika diperlukan.

5. Pecat atau berikan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.

Baca juga:  Lawan Varian Delta, Vaksin Buatan China Disebut Kurang Efektif

6. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.

7. Libatkan kader partai dalam dialog publik dengan mahasiswa dan masyarakat sipil.

8. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.

9. Hentikan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa.

10. Tangkap dan proses hukum secara transparan anggota atau komandan yang melakukan pelanggaran HAM.

11. Segera kembali ke barak dan hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil.

12. Tegakkan disiplin internal agar TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.

13. Buat komitmen publik bahwa TNI tidak akan memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.

14. Pastikan upah layak untuk seluruh pekerja (guru, buruh, nakes, mitra ojol, dsb.).

15. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.

17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk membahas upah minimum dan outsourcing.

Sedangkan, 8 Tuntutan Rakyat dalam 1 Tahun (hingga 31 Agustus 2026):

1. Reformasi DPR: audit independen, tingkatkan syarat calon (tolak mantan koruptor), dan hilangkan fasilitas istimewa (seperti pensiun seumur hidup).

2. Reformasi partai politik dan perkuat pengawasan eksekutif (publikasi laporan keuangan dan fungsi oposisi).

3. Reformasi perpajakan yang lebih adil, termasuk membatalkan kenaikan pajak yang membebani rakyat dan menyelaraskan transfer pusat-daerah.

4. Sahkan dan tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor, serta perkuat KPK dan UU Tipikor.

5. Reformasi kepemimpinan dan sistem Polri agar lebih profesional dan humanis (termasuk desentralisasi fungsi).

6. Pastikan TNI kembali ke barak tanpa pengecualian dan hilangkan keterlibatan dalam proyek sipil.

7. Perkuat Komnas HAM dan lembaga pengawas independen (Ombudsman, Kompolnas).

8. Tinjau ulang kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk agenda PSN dan Omnibus Law yang memberatkan rakyat, serta audit tata kelola BUMN. (Agung Dharmada/balipost)

BAGIKAN