
DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyebut sejumlah artefak hingga cagar budaya dirusak saat kericuhan yang terjadi di berbagai wilayah pada Jumat (29/8) hingga Sabtu (30/8).
Salah satunya Museum Bagawanta Bhari Kediri. Saat demonstrasi Sabtu, terjadi penjarahan di museum itu.
Menbud menyebut koleksi yang masih hilang antara lain kepala patung Ganesha, koleksi wastra (kain batik), dan buku-buku lama, sementara itu sejumlah koleksi mengalami kerusakan parah.
Beberapa koleksi lain seperti arca Bodhisatwa, dan bata berinskripsi mantra-mantra berhasil diselamatkan oleh Juru Pelihara Kementerian Kebudayaan.
Sejumlah tablet atau prasasti pipih di Museum Bagawanta Bhari Kediri berhasil dipulihkan pasca-aksi demonstrasi.
“Ada yang sudah berhasil dipulihkan, itu ada beberapa artefak itu tablet, prasasti tablet itu kan termasuk yang langka, ini (tablet) sebenarnya kekayaan bangsa kita,” katanya dikutip dari Kantor Berita Antara, Rabu (3/9).
Selain prasasti tablet, Menbud Fadli Zon mendorong agar segera dilakukan pemulihan atau perbaikan sehingga museum tersebut segera dibuka dengan situasi normal.
Kementerian Kebudayaan juga meminta oknum yang mengambil benda-benda berharga dari museum agar segera mengembalikannya karena benda-benda tersebut penting dan tidak ternilai harganya.
Terhadap benda-benda bersejarah yang sudah kembali saat ini ditempatkan di Balai Pelestarian Budaya, Jawa Timur.
Menbud juga mendorong aparat kepolisian membantu proses pencarian, pun juga Fadli Zon sendiri berniat ikut turun dalam waktu dekat.
”Ya (mendorong polisi membantu), saya kira kami juga akan ke sana mudah-mudahan dalam waktu dekat ya,” ucapnya.
Ia juga menyesalkan terjadinya pembakaran di Gedung Cagar Budaya lainnya seperti Gedung Grahadi Surabaya yang merupakan cagar budaya peringkat Provinsi Jawa Timur yang merupakan Rumah Dinas Gubernur Jawa Timur.
Serta, Gedung Cagar Budaya tingkat Kota Bandung di Jalan Diponegoro No 20 yang adalah bagian kompleks hunian pejabat kolonial Belanda yang dibangun sekitar tahun 1920-an dengan gaya arsitektur indische empire yang unik dan pernah menjadi rumah dinas Wakil Gubernur Jawa Barat hingga awal tahun 2000-an.
Mantan aktivis 98 itu menyatakan tidak anti dengan aksi demonstrasi, namun ia berharap ke depan penyampaian aspirasi tidak mengulang lagi kejadian penjarahan terhadap bangunan bersejarah.
“Apapun kami menghormati segala bentuk pernyataan sikap, pernyataan pendapat, dan itu juga dijamin oleh konstitusi, tapi jangan merusak fasilitas publik apalagi merusak aset-aset budaya, aset-aset peradaban kita,” ujarnya. (kmb/balipost)