Frontier Bali gelar aksi penolakan revisi RKUHAP, di Depan Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Rabu (6/8). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali mengadakan aksi penolakan revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) di depan Monumen Bajra Sandhi, Denpasar, Rabu (6/8).

I Wayan Sathya Tirtayasa selaku koordinator aksi, menuturkan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena melakukan pembahasan RKUHAP yang didalamnya penuh dengan pasal-pasal bermasalah yang mengacam kebebasan rakyat dan mencedari nilai-nilai demokrasi. “Banyak pasal-pasal karet dalam RKUHAP,” ucapnya.

Kebijakan tersebut dinilainya memberikan ruang kepada para aparat dan penegak hukum untuk menangkap, membungkam dan melakukan intidimasi kepada rakyat, bahkan hingga penyadapan tanpa ada surat izin dari pihak pengadilan, tertuang pada pasal 112 ayat 2 dan 124 ayat 3 RKUHAP.

Baca juga:  Sebagian Besar Bali Alami "Blackout", Jaringan Komunikasi Selular Juga Terganggu

Selain itu terdapat pasal 90 ayat 2 yang memberikan kewenangan absolut kepada pihak penyidik untuk melakukan penangkapan lebih dari satu hari, tentunya hal ini menimbulkan kekhawatiran akan ada banyak korban salah tangkap.

“Hal ini berpotensi digunakan sebagai alat pembungkam bagi rakyat yang kritis terhadap kebijakan penguasa,” ungkapnya.

Yang paling parah menurutnya terletak pada pasal 7 ayat 5, pasal 87 ayat 4, dan pasal 92 ayat 4 pada RKUHAP. Pasal-pasal itu memberikan kewenangan kepada pihak aparat, terutama TNI untuk melakukan intidimasi hingga penangkapan rakyat, padahal hal tersebut tidak sesuai dengan tupoksi yang dipunyai oleh TNI dan melanggar asas peradilan sipil.

Baca juga:  Kumulatif Kasus Sembuh Pasien COVID-19 di Denpasar Capai 92,91 Persen

“Pasal tersebut menjadi tumpang tindih antara peradilan sipil dan militer, dimana militer diberikan kewenangan untuk menyidik rakyat sipil,” paparnya.

Ia juga menilai jika kebijakan ini tetap disahkan, pemerintah secara terang-terangan melanggar konstitusi negara yang tertuang dalam undang-undang dasar (UUD) pasal 28 dan UU No.9 Tahun 1998 tentang kebebasan untuk berpendapat. “DPR RI sudah melanggar konstitusi jika kebijakan ini tetap disahkan,” tambahnya.

Baca juga:  Pencarian Korban KMP Tunu Pratama Jaya, Jumlah yang Selamat Diperbarui

Anak Agung Gede Surya Sentana selaku sekjen Frontier Bali menyayangkan sikap DPR RI yang telah membahas kebijakan secara tergesa-gesa tanpa melibatkan partisipasi publik secara terbuka, menimbulkan keresahan di masyarakat. “Pembahasannya terlalu tergesa-gesa tanpa melibatkan partisipasi publik yang jelas,” ucapnya.

Aksi diisi dengan teatrikal sebagai bentuk sindiran kepada para penguasa yang acap kali membungkam suara rakyat yang lantang menyuarakan aspirasinya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN