
NEGARA, BALIPOST.com – Aktivitas melaut nelayan di pesisir Jembrana terhenti akibat cuaca ekstrem yang belakangan terjadi. Sejumlah nelayan memanfaatkan waktu luang di darat untuk memperbaiki alat tangkap dan jukung. Beberapa mencari kerja serabutan lantaran tidak bisa melaut.
Seperti yang terlihat Kamis (24/7) di Banjar Pebuahan, desa Banyubiru nampak banyak perahu yang labuh berderet di perairan pantai tersebut. Para nelayan memilih libur karena cuaca ekstrem ombak tinggi dan angin kencang yang tak dapat diprediksi.
Mereka memanfaatkan waktu bergotong royong menaikkan perahu ke daratan dan memperbaiki yang rusak. “Ada yang kerja serabutan buruh metik kelapa, agar ada saja pendapatan,” ujar salah seorang warga, Hari.
Kondisi serupa juga dialami para nelayan tradisional di desa Pengambengan, Kecamatan Negara. Cuaca tak menentu di perairan selatan Bali terjadi sejak awal Juli.
Mereka memilih untuk tidak melaut demi keselamatan. Kalaupun melaut hasilnya juga sulit karena cuaca buruk ikan sulit didapat.
Aan, salah satu nelayan asal Banjar Ketapang Lampu, Desa Pengambengan, menyebut kondisi cuaca yang tak menentu membuat hasil tangkapan tidak sebanding dengan risiko yang harus dihadapi.
Berbeda ketika cuaca bagus, terkadang mereka bisa mendapatkan tangkapan ikan hingga terjual hingga Rp 500 ribu. “Kalau cuaca buruk begini, meskipun nekat, paling cuma tujuh puluh ribu, kadang malah tekor biaya BBM,” katanya.
Ketika tidak melaut mereka bisa menghemat biaya solar. Dan memanfaatkan waktu untuk kegiatan lain di darat. Sejak beberapa hari ini deretan perahu tradisional parkir di pantai. “Lebih baik tunggu cuaca membaik, bisa berangkat malam pagi pulang,” kata Aan. (Surya Dharma/balipost)