
DENPASAR, BALIPOST.com – Peraturan daerah (Perda) Denpasar nomor 5 tahun 2023 tentang pajak dan retribusi daerah dievaluasi Kementerian Keuangan dan Kemendagri. Pasalnya ada klausul tentang potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak dimiliki Denpasar namun tercantum dalam Perda tersebut seperti pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB), sementara Denpasar tak memilikinya.
“Di Perda kita masih mendefinisikan itu (MBLB), menyadur dari PP dan UU. Kita di Denpasar baru menerima hasil evaluasi sekitar seminggu- dua minggu lalu. Kemendagri mengamanatkan agar segera menyesuaikan dengan hasil evaluasi dan ditetapkan menjadi Perubahan Perda dalam waktu 15 hari kerja,” demikian disampaikan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Denpasar IGN Eddy Mulya, Senin (21/7) usai rapat paripurna.
Untuk itu evaluasi ini agar menjadi prioritas di luar agenda yang telah disiapkan oleh Badan Musyawarah Perda karena dianggap urgen. Diakui evaluasi tarif tak disoroti namun Pemkot Denpasar diminta untuk lebih memberi ruang pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Pemkot Denpasar diharapkan memberikan kemudahan dan berorientasi kepada UMKM. “Saran ini bisa diterjemahkan beragam nantinya,” ujarnya.
Selama ini, diakui dalam menggali PAD, Denpasar hampir tidak menyentuh sektor- sektor informal seperti PKL (pedagang kaki lima). Karena standar usaha makan dan minum (PBJT makan dan minum) menggunakan standar omzet minimal Rp3 juta per bulan dengan pajak 10 persen.
“Jika kurang dari itu,tak kena pajak. Dengan demikian warung-warung kecil itu tidak kena. Itulah keberpihakan kita kepada UMKM dan akan kita jawab melalui perubahan Perda nanti,” tandasnya.
Maka dari, pedagang seperti di Pasar Kreneng, pasar Badung malam, pedagang tenda tidak dipungut pajak,dll tidak kena pajak. “Kita masih menyasar kepada usaha- usaha berstatus tempat formal seperti cafe, baru kita kenakan,” imbuhnya.
Wakil Wali Kota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa mengatakan, pihaknya mengajukan rancangan Peraturan Daerah (perda) kepada DPRD Kota Denpasar yaitu ranperda tentang perubahan Perda nomor 5 tahun 2023 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
“Ranperda ini sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah yang berkelanjutan dan adil, serta menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terbaru,” ujarnya.
Ranperda disusun berdasarkan hasil evaluasi perda yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri dalam rangka melaksanakan Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Ranperda tentang perubahan atas Perda nomor 5 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah akan mencakup beberapa poin penting sebagai tindak lanjut hasil evaluasi diantaranya terkait penyesuaian terhadap penormaan dalam muatan pasal, pemberian kemudahan kepada UMKM untuk mendukung iklim usaha dengan mempertimbangkan peran serta pelaku usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan dan pelayanan publik.
Selain itu ranperda juga akan memuat penegasan nomenklatur objek pajak reklame serta penambahan beberapa ketentuan menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Citta Maya/Balipost)