
DENPASAR, BALIPOST.com – Pemerintah Kota Denpasar kini berpikir ulang untuk menjalankan penggantian pipa PDAM Denpasar yang notabene sudah berumur di atas 30 tahun. Pasalnya setelah dilakukan kajian, nilai investasi yang diperkirakan Rp800 miliar, ternyata naik menjadi Rp2,5 triliun.
Wakil Walikota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa, Selasa (8/7) mengatakan, dari hasil feasibiliy study (FS) yang dilakukan Perumda, perbaikan panjang pipa yang dirancang 1.500 km ternyata menelan biaya Rp2,5 triliun. Padahal sebelumnya hasil perhitungan awal, menghabiskan anggaran Rp800 miliar.
“Kita sedang hitung terutama panjang pipa yang akan diperbaiki. Antara panjang pipa dan kemampuan kita untuk melakukan pembayaran ke investor yang akan masuk di skema KPBU itu. Awalnya panjang pipa yang dirancang sepanjang 1.500 km, ternyata menelan anggaran Rp2,5 T, sementara dari rancangan awal FS hanya menghabiskan Rp 800 miliar,” ungkapnya.
Dari anggaran yang dihabiskan tersebut, rencananya akan dibiayai Kemenkeu melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan setengahnya akan dibiayai Pemkot Denpasar. “Setelah kita hitung, dengan panjang pipa yang akan diganti 1.500 km dengan anggaran Rp800 M, sepertinya kemampuan Perumda kita mampu untuk membayar pengembalian dari investasi itu,” ungkapnya.
Namun dengan berkembangnya hasil hitung FS menjadi Rp2,5 triliun, maka wali kota memberi arahan untuk menghitung kembali, apakah penggantian pipa diperlukan keseluruhan yaitu 1.500 km atau dilakukan hanya pada beberapa titik dengan penyesuaian panjang pipa.
“Mungkin 300 -500 km. Dengan demikian, kami masih menunggu skenario pembiayaan dari PII karena PII sudah berkomitmen agar KPBU di Denpasar berjalan baik,” ujarnya.
Menurutnya urgensi penggantian pipa dengan pola KPBU bertujuan untuk menurunkan tingkat kebocoran air yang berpengaruh pada kinerja Non Revenue Water (NRW) Perumda Tirta Sewakadarma. Mengingat proyek ini pertama kali dilakukan di Indonesia sehingga dinamika perencanaan terus bergulir.
“Kalau SPAM – SPAM dengan model lain seperti perbaikan sumber air yang ada di Semarang, Bandung itu sudah biasa. Tapi karena kita menggunakan model penurunan kebocoran NRW, termasuk barang jadi baru harus kita hitung dengan baik,” ujarnya.
Kemenkeu juga dikatakan berupaya menghitung dengan baik konsep ini karena pemerintah pusat juga ingin skema KPBU ini tidak membebankan pemda atau perumda. “Kalau ini jalan, tapi perumda kita tidak mampu,kan ini akan mengganggu kinerja keuangan perumda itu. Itu yang tidak diinginkan,” sebutnya.
Selain kajian terkait panjang pipa, pemkot juga mengkaji skema pengembalian investasi. Jika proyek ini dilakukan sesuai skema awal yaitu dilaksanakan penggantian pipa 1.500 km dengan nilai investasi Rp2,5 Triliun, maka 2029 Pemkot wajib menaikkan tarif air.
“Ini yang membuat kami berpikir, agar tarif tidak naik signifikan, dan layanan air bersih kita bisa terlayani secara maksimal,” ujarnya.
Direktur Utama Perumda Air Minum Tirta Sewakadarma Putu Yasa mengatakan, Non Revenue Water (NRW) PDAM Denpasar 34 persen, menurun dari tahun sebelumya yaitu 35 persen, namun angka tersebut masih berada di atas rata- rata NRW nasional. “NRW nasional yang dipatok PUPR adalah 25 persen, kita masih 9 persen di atas NRW yang disyaratkan oleh PU. Ini menjadi kendala,” ujarnya.
Sementara produksi air masih terbatas. Produksi PDAM ini dari produksi sendiri ditambah produksi dari pengaliran SPAM Penet dan Petanu yang merupakan unit usaha Pemprov Bali, belum optimal mengalirkan air ke PDAM Denpasar.
Terkait kendala tersebut, upaya yang dilakukan untuk penurunan NRW yaitu mempercepat perbaikan kebocoran, sudah membentuk tim respon cepat atas petunjuk dari dewan pengawas, pergantian meteran yang umurnya di atas 5 tahun, pembentukan District Meter Area (DMA) yang mulai dipasang 7 Juli mendatang. “Kita sudah mulai pemasangan water meter untuk di 5 DMA,” ujarnya. (Citta Maya/Balipost)