
JAKARTA, BALIPOST.com – Indonesia akan memangkas impor LPG dari Timur Tengah (Timteng) dan mengalihkannya ke Amerika Serikat.
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung.
“Jadi kan impor LPG itu dari Timur Tengah sama Amerika Serikat. Jadi, nanti mungkin akan switch (alih) impor dari Timur Tengah itu menjadi impor dari Amerika Serikat,” ucap Yuliot, Jumat (4/7), dikutip dari Kantor Berita Antara.
Berdasarkan data BPS, total impor LPG dengan kode HS 27111200 (propana cair) dari negara-negara kawasan Timur Tengah yang meliputi Kuwait, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) pada tahun 2024 senilai 714,725 juta dolar AS, dengan volume sebesar 1,2 juta ton.
Sedangkan, dengan kode HS yang sama, impor LPG dari Amerika Serikat pada 2024 senilai 1 miliar dolar AS dengan volume sebesar 1,97 juta ton.
Lebih lanjut, dalam upaya negosiasi Indonesia ke AS, pemerintah berencana belanja energi dari Amerika Serikat senilai 15,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp250,87 triliun, yang akan terdiri atas LPG dan crude (minyak mentah) sebagai upaya negosiasi tarif.
Yuliot mengatakan bahwa pada 2024, belanja energi dari Amerika Serikat sebesar 4,2 miliar dolar AS. Rencana peningkatan belanja energi ke AS yang nyaris empat kali lipat tersebut merupakan upaya Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan Negeri Paman Sam itu.
Keseimbangan neraca perdagangan menjadi hal yang penting bagi Indonesia dalam bernegosiasi agar Amerika Serikat tidak mengenakan tarif impor sebesar 32 persen kepada produk-produk Indonesia.
Dia menyoroti keberhasilan Vietnam memangkas tarif resiprokal AS, dari yang sebelumnya 46 persen, menjadi 20 persen setelah bernegosiasi.
“Langkah yang sama juga akan dilakukan Indonesia, bagaimana keseimbangan dagang. Jangan sampai (tarif) kita lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain,” ucap Yuliot.
Pada 2 April, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan kenaikan tarif sedikitnya 10 persen ke banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terhadap barang-barang yang masuk ke negara tersebut.
Menurut unggahan Gedung Putih di Instagram, Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.
Trump, pada 2 Juli menegaskan bahwa tidak akan mempertimbangkan penundaan tenggat waktu waktu 9 Juli untuk pemberlakuan kembali tarif impor. (kmb/balipost)