
SINGARAJA, BALIPOST.com – Kantor Imigrasi Kelas II TPI Singaraja, mendeportasi dua orang warga negara Malaysia berinisial LAH, 32 tahun, dan CWK, 32 tahun. Keduanya diduga menyalahgunakan izin tinggal dengan menjadi instruktur senam.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Singaraja, Hendra Setiawan, Jumat (4/7), mengatakan saat berada di Bali, kedua WNA tersebut tercatat sebagai pemegang izin tinggal kunjungan. Artinya, mereka tidak diizinkan untuk bekerja di wilayah Indonesia.
Pelanggaran yang dilakukan kedua WNA tersebut, terungkap dari hasil patroli siber yang dilakukan petugas keimigrasian, pada 23 Juni 2025. Keduanya kemudian dibawa ke Kantor Imigrasi Singaraja untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dari pemeriksaan, keduanya diduga menyalahgunakan izin tinggal dengan bekerja sebagai instruktur senam di wilayah Kabupaten Karangasem. “Mereka diduga bekerja sebagai instruktur selam di Karangasem, Bali. Tidak hanya itu, mereka juga terlibat dalam pemasaran (marketing) aktivitas menyelam melalui akun media sosial,” ujarnya.
Menurut Hendra, aktivitas yang dilakukan oleh LAH dan CWK jelas bertentangan dengan tujuan diberikannya izin tinggal keimigrasian. Diketahui, kedua WNA tersebut merupakan pasangan suami istri.
Selanjutnya, LAH dan CWK dikenakan tindakan administratif keimigrasian berupa pendeportasian dan penangkalan. “Tindakan ini sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 75 angka (1) Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” ucapnya.
Pendeportasian terhadap LAH dan CWK dilakukan pada Kamis (3/7), melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Kedua warga Malaysia itu menumpangi pesawat Batik Air Malaysia nomor penerbangan OD 0178 (Denpasar – Kuala Lumpur) tujuan akhir Kuala Lumpur, Malaysia.
Hendra mengimbau pada seluruh warga negara asing yang berada di Bali untuk selalu mematuhi peraturan keimigrasian yang berlaku. Pihaknya berkomitmen memastikan setiap WNA yang berada di wilayah Bali, khususnya di Kabupaten Karangasem, Buleleng, dan Jembrana, mematuhi peraturan yang ada.
“Setiap pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat merusak iklim investasi, pariwisata, dan keberlanjutan lingkungan Bali sebagai destinasi dunia,” tutupnya. (Nyoman Yudha/balipost)