Seorang warga ngayah menari saat pelaksanaan Ngusaba Sambah di Desa Sengkidu, Karangasem. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Desa Sengkidu di Kecamatan Manggis menyimpan warisan budaya religius yang sarat nilai spiritual, yakni Ngusaba Sambah atau Aci Usaba Sambah.

Digelar setiap Purnama Sasih Kelima, upacara ini tak hanya memukau warga lokal, tetapi juga mengundang kekaguman wisatawan karena kekhidmatan dan keunikannya.

Berikut enam hal menarik seputar tradisi ini:

1. Tanpa Alas Kaki sebagai Bentuk Penyucian Diri

Selama rangkaian utama upacara, seluruh krama dilarang memakai alas kaki saat memasuki area Pura Puseh. Larangan ini dimaknai sebagai penghormatan pada tanah suci dan bentuk keselarasan antara tubuh manusia dengan alam.

Baca juga:  Warga Kenya Dituntut Setahun Enam Bulan Penjara

2. Rangkaian Upacara Berlangsung 5 hingga 6 Hari

Prosesi diawali dengan Nedunang Ida Bhatara, lalu dilanjutkan dengan Ngias dan Masuciang, Penampahan, Pengeramen, Penyuud, dan ditutup dengan ritual Nyimpen. Setiap tahap memiliki fungsi religius dan sosial yang berbeda, termasuk pemanggilan serta penghantaran kembali roh suci ke kahyangan.

3. Tarian Keris: Atraksi Mistis yang Sarat Kepercayaan

Lelaki yang kesurupan menari sambil menusukkan keris ke tubuh mereka, tanpa terluka. Tarian ini disebut “Wewalen” atau “Daratan” dan menjadi simbol pengabdian penuh kepada kekuatan tak kasat mata.

Baca juga:  Soal Adanya Pemberitaan Penempatan "Balian" di RS, IDI Bersikap

4. “Sambah” Diarak Keliling Desa

Salah satu momen puncak adalah prosesi Ngelebar Sanghyang Sambah, yakni pengusungan jempana yang terbuat dari janur muda mengelilingi desa. Arak-arakan ini menjadi simbol pembersihan dan perlindungan bagi seluruh wilayah adat Sengkidu.

5. Pemotongan Kerbau sebagai Simbol Kemakmuran

Kerbau yang dipersembahkan dipotong secara ritual. Dagingnya diolah menjadi lawar dan dibagikan kepada warga sebagai bentuk berkah dan simbol kesejahteraan.

Baca juga:  Ini, Sembilan Anggota Dewan Pers Periode 2025-2028

6. Upacara Digelar Dua Tahun Sekali dengan Skala Berbeda

Tahun ganjil disebut Usaba Alit (kecil), sementara tahun genap disebut Usaba Nadi (besar). Bedanya terletak pada skala upacara, jumlah peserta, serta kemeriahan dekorasi dan perlengkapan ritual. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN