
DENPASAR, BALIPOST.com – Penyidik Ditressiber Polda Bali terus mendalami pengungkapan kasus sindikat penipuan bermodus love scam, terutama pemeriksaan 38 pelaku.
Kasus ini bisa diproses karena salah satu korban yang melapor merupakan warga negara (WN) Amerika saat ini berada di Bali.
“Di sini korbannya warga Amerika. Nanti kami akan berkoordinasi dengan Kedubes Amerika untuk menindaklanjutinya,” kata Dir. Ressiber Kombes Pol. Ranefli Dian Candra, Kamis (12/6).
Ternyata, sindikat penipuan siber bermodus love scam ini sudah beroperasi di Bali sejak 2023. Menurut mantan Wadir Reskrimsus Polda Bali ini, sindikat internasional ini memiliki satu kantor di Tabanan. Setelah itu pindah ke Denpasar dan jumlah kantornya terus bertambah.
Secara bertahap para pelaku mengembangkan kantornya. “Bahkan ada dua kantor mereka yang baru dua minggu beroperasi,” tegasnya.
Terkait sindikat ini memilih bermarkas di Bali, mantan Kapolres Tabanan ini menyampaikan jika salah satu leader sudah lama tinggal di Pulau Dewata ini. Namun leader tersebut bukan asli Bali.
Diduga hal ini menjadi pertimbangan mereka memilih beroperasi di Bali. “Coba nanti kami dalami lagi karena kemarin masih fokus melakukan pemeriksaan terhadap semua tersangka dan melengkapi administrasi mengingat waktu yang terbatas terkait waktu penahanan,” tutupnya.
Seperti diberitakan, Tim Ditressiber Polda Bali pengungkapan kasus peredaran tindak pidana siber internasional dengan modus operandi love scam, Senin (9/6). Sejumlah markas sindikat pusatnya di Kamboja ini digerebek dan polisi menangkap 38 orang. Sasarannya warga negara asing (WNA) terutama Amerika.
Sistem gaji mereka tiap bulan 200 Dolar Amerika. Selain itu tiap target yang berhasil, dibayar 1 Dolar Amerika. Targetnya identitas warga Amerika (nama, umur, alamat) yang dikirim ke pihak asing via telegram.
Nomor kontak dan link database dikirim oleh pihak asing diduga warga Amerika. Jumlah barang bukti yang diamankan 82 buah handphone dan 47 unit komputer.
Kegiatan ini adalah love scam yang mengincar warga negara Amerika Serikat sebagai korbannya. Mereka ditempatkan di sejumlah lokasi yang berbeda seputaran Kota Denpasar, dimana satu lokasi terdapat dua kelompok yang dipimpin leader. (Kerta Negara/balipost)