Tradisi Manten Sapi digelar di Pasuruan, Jawa Timur, jelang Idul Adha. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masyarakat Pasuruan, Jawa Timur, memiliki tradisi unik menjelang Idul Adha yang dikenal sebagai Manten Sapi.

Dalam tradisi ini, sapi-sapi yang akan dikurbankan dirias bak pengantin, dimandikan dengan air bunga, lalu diarak keliling desa sebelum disembelih.

Berikut lima fakta menarik seputar Manten Sapi:

1. Sapi Dirias Layaknya Pengantin

Sapi-sapi kurban dimandikan terlebih dahulu dengan air yang diberi bunga untuk memberikan aroma wangi. Setelah itu, tubuh sapi dibalut kain putih, diikatkan kain kafan, dan dihias dengan kalungan bunga tujuh rupa, serta diberi atribut seperti serban dan sajadah—seolah-olah sapi tersebut adalah “manten” atau pengantin.

Baca juga:  Diperlukan, Kepemimpinan Berjiwa Hindu dalam Pengelolaan LPD

2. Makna Setiap Hiasan dan Aksesori

Setiap elemen hiasan yang dipasangkan pada sapi memiliki makna tersendiri. Kain putih dan kain kafan melambangkan kesucian dan kesiapan berkurbannya hewan tersebut. Sajadah dan serban berkaitan dengan nilai religius.

Sementara bunga tujuh rupa (seperti melati, cempaka putih, mawar merah, mawar putih, sedap malam, kenanga, dan melati gambir) digunakan untuk “membersihkan” secara simbolis—bersihlah hati dan pikiran sebelum berkurban.

3. Prosesi Arak-arakan dengan Gotong Royong

Setelah selesai dirias, sapi diarak keliling desa oleh warga setempat. Rombongan biasanya dipimpin oleh pemuka atau tokoh agama, diikuti oleh para pemuda dan masyarakat yang ingin menyaksikan.

Baca juga:  Jelang Galungan, Pasar Murah Digelar 4 Hari di Parkir Taman Kota Lumintang

Selain hewan, warga juga membawa peralatan dapur, sembako, dan bumbu masakan—semua dibawa bersama agar ketika sapi disembelih nanti, daging dan bahan masakan siap diolah untuk berbagi.

4. Simbol Penghormatan dan Rasa Syukur

Istilah “Manten Sapi” berasal dari kata “manten” yang berarti pengantin dalam bahasa Jawa. Dengan memperlakukan sapi seperti pengantin, masyarakat Pasuruan menunjukkan penghormatan tinggi terhadap hewan yang nantinya menjadi kurban—sebagai wujud syukur atas rezeki yang Allah berikan.

Baca juga:  Wujudkan "Quality Tourism," Bappenas Rancang "Forbidden City" di Ubud

Tradisi ini juga dimaksudkan untuk memotivasi warga agar senantiasa bersedekah dan membantu sesama.

5. Berlanjut secara Turun-temurun dan Menarik Wisatawan

Manten Sapi telah menjadi tradisi yang dilestarikan secara turun-temurun, khususnya di Desa Sebalong dan Desa Watestani, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan.

Keunikan prosesi ini juga menarik perhatian wisatawan budaya—mereka datang untuk menyaksikan langsung bagaimana sapi diperlakukan bak pengantin sebelum kurban. Tradisi ini menjadi salah satu cara menjaga nilai-nilai lokal sekaligus syiar agama. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN