
DENPASAR, BALIPOST.com – Aci Tulak Tunggul adalah salah satu warisan budaya sakral masyarakat Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.
Tradisi ini bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga simbol harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Berikut tujuh hal menarik yang perlu kamu ketahui:
1. Makna di Balik Nama “Aci Tulak Tunggul”
Kata “Aci” dalam bahasa Bali berarti upacara atau persembahan, sementara “Tulak Tunggul” secara harfiah bermakna menolak gangguan atau energi negatif yang mengancam keseimbangan hidup. Dalam konteks budaya, istilah ini mengacu pada upaya ritual menolak gangguan atau energi negatif yang mengancam keseimbangan hidup.
2. Berasal dari Peristiwa Jebolnya Tanggul
Tradisi ini berawal dari kejadian jebolnya tanggul kolam di Pura Taman Ayun. Peristiwa tersebut diyakini sebagai pertanda adanya gangguan spiritual. Untuk mengatasi masalah itu, Raja Mengwi kala itu, Ida Cokorda Nyoman Munggu, melakukan tapa di Pura Puncak Pangelengan, dan mendapat petunjuk agar membuat ritual khusus untuk menetralisasi energi negatif.
3. Ritual dengan Panca Datu
Sebagai bagian dari solusinya, dilakukan penyematan Panca Datu—lima logam suci (emas, perak, tembaga, besi, dan kuningan)—yang diyakini dapat memperkuat stabilitas spiritual tanggul dan lingkungan sekitarnya. Sejak saat itu, upacara Aci Tulak Tunggul menjadi agenda rutin masyarakat.
4. Digelar Setiap Enam Bulan Sekali
Upacara ini diadakan rutin setiap Anggara Kasih Medangsia (sekitar enam bulan sekali dalam kalender Bali), bertepatan dengan piodalan di Pura Taman Ayun, pusat spiritual masyarakat Mengwi. Seluruh warga desa adat dilibatkan dalam prosesi yang penuh makna ini.
5. Tari Baris Keraras, Unik dan Sakral
Salah satu daya tarik ritual ini adalah pementasan Tari Baris Keraras, sebuah tarian sakral yang hanya dipentaskan saat Aci Tulak Tunggul. Penari mengenakan kostum dari daun pisang kering (keraras) dan aksesori tradisional seperti urutan babi, tanpa iringan gamelan—hanya nyanyian spiritual sebagai pengiring.
6. Rangkaian Upacara yang Kaya Simbol
Aci Tulak Tunggul terdiri dari berbagai tahapan, mulai dari matur piuning (permohonan izin spiritual), prayascita (penyucian), caru (upacara persembahan), hingga pakelem (persembahan suci ke danau atau laut). Semua tahapan ini dilakukan sebagai wujud keseimbangan antara sekala (dunia nyata) dan niskala (dunia tak kasat mata).
7. Menjaga Harmoni dan Kearifan Lokal
Lebih dari sekadar ritual, Aci Tulak Tunggul mengandung nilai-nilai penting: religi, gotong royong, pelestarian lingkungan, dan pendidikan budaya. Tradisi ini menjadi jembatan penting antara masa lalu dan masa kini, sekaligus menjadi pelajaran spiritual dan historis bagi generasi muda Bali. (Pande Paron/balipost)