Warga melakukan tradisi Nuuh di Desa Sebatu, Gianyar. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Di balik hamparan sawah hijau Desa Sebatu, Gianyar, tersimpan sebuah tradisi unik bernama Nuuh atau Mejarag. Ritual ini bukan hanya soal sesajen dan mantra, tetapi juga aksi simbolik petani dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Berikut 7 fakta menarik tentang tradisi ini dikutip dari berbagai sumber:

1. Tradisi Turun-Temurun Pasca Panen

Nuuh dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat Banjar Sebatu sebagai ungkapan rasa syukur setelah dua kali masa panen padi. Tradisi ini juga merupakan permohonan agar sawah mereka terhindar dari serangan hama.

Baca juga:  Tingkatkan Harga Kopi, Berbagai Cara Dilakukan Buleleng

2. Berlangsung di Dua Pura Utama

Ritual ini difokuskan di area Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Sebatu. Waktu pelaksanaannya biasanya bertepatan dengan hari Tri Wara (Pasah, Beteng, Kajeng) dalam kalender Bali.

3. Jaje Lempeng Jadi Persembahan Wajib

Salah satu ciri khas tradisi ini adalah kehadiran banten (sesajen) berisi jajanan khas Bali seperti lempeng, lapis, crorot, buntilan, dan aneka buah. Ini dipersembahkan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil bumi.

4. Tukang Adur, Tokoh Sentral Ritual

Baca juga:  Belasan Pelajar Diamankan Keroyok Pemotor di Monang Maning Diduga Terlibat Curas

Sosok penting dalam prosesi ini adalah Tukang Adur, yaitu seorang laki-laki yang telah memiliki anak laki-laki dan perempuan. Ia bertugas menjaga sesajen dan memimpin bagian ritual yang melibatkan anak-anak.

5. Anak-Anak Jadi Simbol Harapan

Uniknya, anak-anak laki-laki yang belum mesangih (potong gigi) akan berebut sesajen, lalu secara simbolik dipukul dengan tiga batang lidi berikat benang Tridatu. Ini melambangkan petani yang mengusir hama dari sawahnya.

6. Bukan Hukuman, Tapi Perlambang Perlindungan

Baca juga:  Petani dan Nelayan Ikuti Pasar Gotong Royong Krama Bali

Meskipun terlihat seperti “hukuman” kecil, pukulan lidi tersebut tidak menyakitkan. Justru itu dipercaya membawa berkah dan kekebalan, serta menyimbolkan upaya menjaga kesuburan dan keamanan ladang dari gangguan spiritual maupun fisik.

7. Warisan Budaya yang Terus Dihidupkan

Dengan melibatkan generasi muda secara langsung, tradisi ini bukan hanya ritual spiritual, tetapi juga media pendidikan budaya. Nuuh jadi sarana memperkenalkan nilai gotong royong, hormat kepada alam, dan spiritualitas lokal. (Pande Paron/balipost)

BAGIKAN